Bisnis.com, JAKARTA - Ibu yang baru saja melahirkan sangat sering terserang baby blues syndrome atau BBS. Sindrom ini sering dialami ibu setelah persalinan ini umumnya disebabkan faktor hormonal.
Saat awal mula menyusui dan air susu ibu (ASI) tidak keluar, maka BBS bisa menjadi penyebabnya. Psikolog Anisa Cahya Ningrum, setelah melahirkan kadar hormon estrogen dan progesteron perempuan menurun secara drastis.
Ibu yang baru saja melahirkan bisa mengalami perubahan emosi, seperti perubahan suasana hati, lebih sensitif, mudah sedih, depresi, stres, dan juga bisa menjadi lekas marah.
Selama ibu melakukan pemulihan, sang suami bisa saja memberikan dukungan agar ASI yang dikeluarkan tetap lancar. Dukungan dari suami dan keluarga bisa membantu ibu terhindar dari BBS, berikut caranya:
- Membantu merawat bayi, seperti menggendong, menggantikan popok, dan memandikan.
- Membantu pekerjaan rumah, seperti menyapu, mengepel, dan memasak.
- Memberi kesempatan ibu untuk melakukan me time atau menikmati hobinya
- Menyiapkan makanan untuk asupan gizi ibu menyusui.
- Membantu merawat kakak-kakak si bayi (jika anak kedua dan seterusnya)
- Menemani ibu ketika terbangun malam untuk menyusui, dengan membantu membuatkan minuman hangat, atau memijat punggung ibu
- Memberikan rasa nyaman agar ibu merasa bahagia
- Tidak memberi stigma tentang kelemahan dan kesulitan ibu dalam merawat dan menyusui bayi
Penyebab lain yang dialami ibu yang mengalami BBS adalah faktor kelelahan merawat bayi. Merawat bayi memerlukan energi ekstra setelah melahirkan. Ibu menjadi kurang tidur, lupa makan, dan kehabisan tenaga untuk merawat bayi.
Apalagi jika tidak mendapatkan dukungan secara fisik maupun mental dari orang-orang di sekitarnya. Kondisi sulit selama proses persalinan juga bisa menimbulkan ketidaknyamanan bagi ibu.
Apalagi jika keadaan bayi yang dilahirkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu, ketidaktahuan tentang teknik menyusui, juga bisa membuat ibu frustrasi dan stres, sehingga bisa pula memicu munculnya baby blues syndrome.
Untuk menghadapi kondisi ini, hal paling utama yang perlu dilakukan menurut Anisa adalah mencari dukungan dan menumbuhkan keyakinan bahwa dia akan mampu menyusui bayinya.
Kondisi BBS sebenarnya hanya terjadi selama dua minggu setelah melahirkan. Jika lebih lama dari itu, dan kondisinya lebih parah, maka akan didiagnosis sebagai postpartum depression (PPD) atau depresi pasca melahirkan.
"Jika ibu merasa kesulitan dalam memberi ASI karena BBS, maka ibu tidak perlu khawatir, karena masih bisa dikoreksi dengan meminta bantuan seorang konselor laktasi, untuk dipandu dengan cara-cara yang tepat dalam menyusui. Juga akan mendapatkan edukasi tentang bahan-bahan makanan apa saja yang bisa dikonsumsi agar memperbanyak produksi ASI," ucap Anisa yang juga Penasihat Komunitas MotherHOPE Indonesia.
Selain itu, ibu juga perlu belajar mengatur waktu, tenaga, dan pikirannya agar produksi ASI bisa optimal. Faktor kelelahan dan beban pikiran yang mengganggu akan mempengaruhi produksi ASI. Semakin lelah dan banyak pikiran, maka semakin berkurang pula kuantitas ASI-nya.
"Ibu perlu mendapat stimulasi psikologis dari lingkungannya, untuk mereduksi perasaan sedih karena BBS, agar kondisinya tidak meningkat menjadi PPD, yang bisa berdampak lebih buruk dalam hal menyusui. Support system memiliki peran yang sangat besar dalam mencegah terjadinya BBS, yang juga berdampak dalam kesulitan menyusui," terang Anisa.
Lantas apakah BBS bisa dicegah sebelum ibu melahirkan? Anisa mengatakan bisa diupayakan dengan cara mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang peran baru sebagai ibu. Ini penting untuk membantu ibu menyiapkan diri sedini mungkin, melatih diri tentang tata cara merawat bayi, melakukan senam hamil dan hypnobirthing agar bisa rileks dan melahirkan dengan lancar dan nyaman, dan mendapatkan edukasi tentang teknik menyusui dan bahan makanan yang bisa menstimulasi produksi ASI.
Ibu juga perlu menyiapkan dukungan sosial, termasuk suami, keluarga, baby sitter atau asisten rumah tangga, dengan pengaturan peran agar mengurangi kelelahan sebagai ibu baru, menumbuhkan keyakinan bahwa ibu memiliki kemampuan untuk merawat bayi dan bisa menjadi ibu yang baik.
Selain itu, perlu juga mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan pengaturan istirahat yang cukup, serta pengaturan finansial yang sesuai dengan kebutuhan biaya persalinan dan perawatan bayi.