Obat-obatan antibiotik/Boldsky
Health

Penggunaan Antibiotik di Hewan Ternak, Bisa Sebabkan Resistensi Bakteri

Redaksi
Rabu, 20 November 2024 - 18:26
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Hewan ternak seperti ayam, ikan, dan sapi yang mendapatkan antibiotik dalam dosis kecil, bisa berdampak berbahaya bagi manusia yang mengonsumsinya.

Koordinator Udayana OHCC Ni Nyoman Sri Budayanti menyampaikan penggunaan antibiotik pada hewan ternak sangat berbahaya dan dampaknya dapat kembali pada manusia saat mengonsumsi hewan ternak, seperti ayam ataupun ikan. 

“Ayam punya bakteri yang umum dia punya. Jika ini terpapar dengan antibiotik dengan dosis yang kecil terus-menerus, maka bakteri ini akan membuat pertahanan sehingga kebal terhadap antibiotik tersebut. Jika ayam yang kita konsumsi terkontaminasi dengan bakteri ini, maka bakterinya bisa pindah ke kita dan bila terinfeksi tidak ada obat yang bisa menyembuhkan,” jelas Budayanti, Rabu (20/11/2024). 

Penggunaan antibiotik yang tepat harus terus diperhatikan dan dengan sebanyak mungkin harus selalu ada penyuluhan yang bisa mengedukasi masyarakat, seperti peran SAJAKA dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terkait resistensi antimikroba.

Desa Bijak Antibiotika atau SAJAKA merupakan program desa bijak antibiotik pertama di Indonesia yang dibentuk oleh Universitas Udayana. Berkolaborasi dengan Pfizer, SAJAKA dibentuk sebagai inisiasi untuk memerangi AMR dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait penggunaan antibiotik. 

Adapun kelompok masyarakat yang menjadi target SAJAKA meliputi, ibu rumah tangga, anak sekolah, tenaga kesehatan, dan pemilik peternakan di desa. Program ini telah berlangsung sejak tahun 2022 di empat desa, yaitu desa Pejaten, Belalang, Nyitdah, dan Buwit dengan total peserta 399 ibu rumah tangga, 419 anak sekolah dasar, 39 peternak, dan 82 tenaga kesehatan yang diberi edukasi dan pelatihan. 

Manik Saputra, kandidat Doktoral Universitas Udayana menyampaikan bahwa pelatihan yang diberikan kepada masyarakat mengikuti Rencana Aksi Nasional (RAN) di mana pada dasarnya penyakit diare, ISPA, dan demam tidak dianjurkan untuk langsung ditangani menggunakan antibiotik. Hal ini karena diare dan ISPA tidak disebabkan oleh bakteri (kecuali diare yang disebabkan oleh bakteri). 

Manik juga menegaskan penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan silent pandemic atau pandemi senyap yang dapat memberikan dampak jangka pendek maupun jangka panjang pada manusia. 

Dampak jangka pendek yang disebabkan oleh antibiotik dapat berupa kondisi resistensi antimikroba yang menyebabkan seseorang sulit untuk mendapatkan obat yang lebih kuat untuk melawan bakteri dalam tubuh.

Sementara itu, dampak jangka panjang menyebabkan tidak ada lagi antibiotik yang dapat menyembuhkan bakteri dalam tubuh manusia. 

“Selain penyakit infeksi yang susah disembuhkan, saat ini tidak ada lagi antibiotik yang ditemukan sehingga dengan tidak adanya penemuan antibiotik yang baru tentu saja infeksi-infeksi yang disebabkan oleh bakteri tersebut tidak mungkin disembuhkan,” jelas Manik, Rabu (20/11/2024).

Manik menjelaskan bahwa antibiotik telah ditemukan sejak 100 tahun yang lalu dan telah terjadi resistensi dalam kurun waktu tersebut. Sementara, dalam waktu 10 tahun terakhir, sudah tidak ada lagi penemuan antibiotik baru. Hal ini akan membahayakan generasi muda di masa depan karena ditakutkan tidak ada lagi antibiotik yang ampuh untuk menyembuhkan bakteri. 

Selain fokus untuk melihat dampak antibiotik pada manusia, SAJAKA juga melakukan penelitian terkait dampak antibiotik terhadap hewan dan lingkungan. Hasil menunjukkan sebagian besar peternak memberikan antibiotik dalam dosis kecil pada hewan agar ternak cepat besar. 

Dalam rangka pekan kesadaran antimikroba sedunia, SAJAKA menggelar diseminasi aktivitas SAJAKA dalam meningkatkan kesadaran penggunaan antibiotik di kalangan masyarakat. 

Penggunaan antibiotik dalam dunia kesehatan telah menjadi suatu hal yang umum. Namun, penggunaannya yang berlebihan dapat menciptakan resistensi antimikroba. 

Resistensi antimikroba atau AMR merupakan suatu kondisi di mana bakteri atau virus dalam tubuh menjadi kebal terhadap obat-obatan. Hal ini biasanya disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak tepat. 

Menurut WHO, setiap tahunnya terdapat 700 ribu kasus mortalitas akibat AMR, bahkan pada tahun 2019 tercatat terdapat 1,2 juta angka kematian akibat AMR. Bila tidak diatasi, angka tersebut bisa naik mencapai 10 juta di tahun 2050. (Jesslyn Samantha Rumiris Lumbantobing)

Penulis : Redaksi
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro