5. Antidepresan yang dikombinasikan dengan terapi tampaknya merupakan pengobatan yang paling efektif
"Untuk mengelola gangguan depresi mayor, antidepresan yang dikombinasikan dengan psikoterapi tampaknya bekerja lebih efektif daripada salah satu bentuk pengobatan itu sendiri," kata Ipsit Vahia, MD, kepala sementara Divisi Psikiatri Geriatri, di Rumah Sakit McLean di Belmont, Massachusetts, dan asisten profesor psikiatri di Sekolah Kedokteran Harvard.
Dalam tinjauan beberapa penelitian tahun 2020 tentang tingkat keberhasilan antidepresan, NIH melaporkan bahwa ketika pasien diobati tanpa antidepresan, sekitar 20 hingga 40 dari 100 orang yang mengonsumsi plasebo merasakan gejala mereka membaik dalam waktu enam hingga delapan minggu.
Bagi mereka yang diobati dengan antidepresan, sekitar 40 hingga 60 dari 100 orang merasakan perbaikan dalam jangka waktu yang sama. Meresepkan antidepresan bukanlah ilmu pasti. Serupa dengan mengobati tekanan darah tinggi, perlu waktu untuk menentukan pengobatan yang tepat.
6. Perilaku tertentu terutama olahraga, dapat meningkatkan suasana hati
Mungkin pengobatan yang paling sederhana dan paling efektif adalah olahraga. "Saya belum pernah melihat orang sembuh dari depresi dengan hanya duduk di sofa," kata Jon Stevens, MD, kepala pelayanan rawat jalan di Klinik Menninger, Houston, Texas.
Dia mencatat bahwa terdapat hubungan antara tubuh dan pikiran. Sebuah studi tahun 2016 dalam Journal of Psychiatric Research menemukan bahwa latihan aerobik dengan intensitas sedang dan teratur memiliki "efek antidepresan yang besar dan signifikan pada orang dengan depresi," termasuk gangguan depresi mayor.
Perubahan gaya hidup lainnya juga dapat memberikan dorongan. Seperti mengkonsumsi makanan sehat, diet Mediterania contohnya, yaitu diet yang dipenuhi dengan buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian utuh yang dapat membantu mengurangi gejala depresi.
7. Bantuan baru mungkin sedang dalam perjalanan
Botox adalah salah satu contohnya, Botox umumnya disuntikkan untuk menghapus kerutan, meredakan migrain, dan menghentikan keringat berlebih, namun saat ini sedang diuji dalam uji klinis untuk mengetahui kemampuannya dalam mengobati depresi.
Dalam studi yang dipublikasikan tahun 2020 di Scientific Reports, para peneliti mendapatkan hampir 40.000 laporan dari Sistem Pelaporan Efek Samping FDA, yang berisi laporan tentang mereka yang mengalami efek samping saat mengkonsumsi obat.
Para peneliti menemukan bahwa pasien yang mendapat suntikan Botox, melaporkan tingkat depresi yang lebih jarang secara signifikan daripada pasien yang menjalani perawatan berbeda untuk kondisi yang sama. (Yoga Al Kemal)