Bisnis.com, JAKARTA - Surat cinta yang ditulis tangan oleh calon wakil presiden (cawapres) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin untuk istrinya, viral di media sosial.
Pada Kamis (8/2/2024), Cak Imin pun menjadi trending topik pembahasan di Twitter karena mendapat julukan "Imin 1991".
Yang membuat netizen gemas, dalam surat tersebut Cak Imin memanggil istrinya, Rustini Murtadho, dengan sebutan sahabat.
Surat cinta itu mulanya diunggah oleh Rahma Arifa atau Rara, yang tak lain adalah anak dari Cak Imin.
"8 April 1991 masih "sahabat" kwwowkwkwk," tulis Rara di akun TikToknya pada Selasa (6/2/2024).
Adapun surat tersebut dibuat di Yogyakarta pada 8 April 1991. Yang menjadi perhatian warganet, surat cinta tersebut ditulis di atas note seminar jurnalistik yang diadakan di Universitas Gadjah Mada pada Maret 1991.
Pembuka surat cinta itu memperlihatkan Cak Imin memanggil istrinya dengan sebutan "Sahabat Rustini".
Isi surat tersebut menyinggung momen Lebaran hingga kultur kampus dan organisasi yang membuat keduanya tak bisa bertemu secara langsung.
Seorang netizen di Twitter bernama @afishcow kemudian membagikan tangkapan layar surat cinta Cak Imin hingga mendapat berbagai komentar.
"ngikik surat cinta cak imin buat istrinya EMANG BOLEH SE SAHABAT ITU????" tulis akun tersebut pada Rabu (7/2/2024).
ngikik surat cinta cak imin buat istrinya EMANG BOLEH SE SAHABAT ITU???? pic.twitter.com/1X7gGOnP9G
— av (@afishcow) February 7, 2024
Berikut isi surat cinta Cak Imin kepada istrinya:
Yogya, 8 April 1991
Sore
Sahabat Rustini
Assalamualaikum wr wb
Semoga sahabat tetap sehat sejahtera bersama segala kesuksesan aktivitas sahabat. Dan dapat menikmati berkah lebaran bersama seluruh keluarga, Amiin
Sahabat...tentu agak tercengang dengan datangnya surat saya yang tidak terduga-duga ini, semoga surat ini tidak menjadi "sangka" yang bukan-bukan, dan harapanku cerita-cerita ini tidak mengganggu keasikan berkumpul dengan keluarga.
Oh...ya sebelum saya punya cerita dikit, aku minta hendaknya suratku ini nggak usah diberitahu siapapun, diceritain siapapun, ini demi sahabat, demi saya, demikian... demi kebaikan kita semua se Yogyakarta.
Wah...koq serius banget sih? Enggak kok.., sesungguhnya tidak terlalu serius, tapi bisa jadi serius kalau kita salah nanggapi dan terselimuti oleh prasangka (prejudice) yang enggak-enggak, ya.. kan?
Sebab segala persoalan, baik itu yang mikro (kecil-kecilan) termasuk problem pribadi, maupun persoalan-persoalan makro (yang gedhe-gedhe) misalnya ngrembk persoalan negoro dan mensejahterakan ummat, akan nggak "jruntung" (amburadul) persoalannya bila kita salah melihat dan salah mengapresiasikannya.
Sahabat...
Sebenarnya akan lebih clear bila kita bisa cerita-cerita langsung, tapi nampaknya "kultur" yang hendak kita bangun di tubuh pergerakan menuntut kita tidak bisa dengan leluasa berkomunikasi, dan tentu akan lebih maslahah bila untuk sementara kita belum bisa bercakap-cakap dengan cerita-cerita.
Beberapa waktu yang lalu saya ditegur eh-disindir oleh sahabat saya yang cukup dekat (puteri) bahwa saya kurang "peka" dan nggak mau tau bahwa ada persoalan yang mengait dengan citra organisasi dengan salah seorang bahkan beberapa warga, saya cukup terperanjat ketika aku dibilang/dituduh (kaya pengadilan aja) bahwa aku termasuk (justru) "terlibat" di dalamnya???
Sahabat Rustini... Kalau saya boleh bilang sebenarnya respon sahabat terjadap beberapa persoalan sahabat yang terakhir, dapat nilai "A", artinya saya salut dan mendukung, akan tetapi seharusnya itu semua harus dijiwai oleh rasa syukur dengan penuh kedewasaan dan kearifan.
Bahwa sahabat begitu datang di pergerakan, sahabat telah diketahui banyak punya kelebihan dan segudang potensi yang menuntut pengembangan lebih jauh. Adalah wajar dalam satu komunitas kelompok, apabila ada orang yang punya kelebihan langsung menjadi pusat perhatian; Apalagi kultur di IAIN yang agak agraris dan tradisional... (kecuali yang tidak.. lho..hehehe) Gak ngejek kok... hehehe.