Bisnis.com, JAKARTA - Pernahkah Anda merasa kewalahan saat mengatasi amarah pada anak? Kondisi ini sering terjadi saat sang anak mengalami ledakan emosi yang diakibatkan oleh rasa stres, takut, dan bentuk kekecewaan terhadap suatu hal.
Namun, ledakan emosi tersebut merupakan kesempatan bagi para orang tua untuk mengajari cara mengekspresikan dan mengelola amarah dengan tenang.
Dilansir dari American Psychological Association, Rabu (30/7/2025), tantrum dan ledakan amarah merupakan bagian dari perkembangan normal pada anak, terutama saat usia pra-sekolah.
Berdasarkan pernyataan profesor psikologi dan ilmu saraf Duke University, Kenneth Dodge mengatakan "Ini adalah waktu yang kritis untuk mengatasi kemarahan dan pengendalian diri anak-anak guna memastikan perkembangan yang sehat dan membantu mereka sukses di masa depan," ungkapnya.
Melalui hal tersebut, maka diperlukan sikap konsistensi bagi para orang tua, untuk mengatasi konflik amarah pada anak.
Dilansir dari Times Of India, Rabu (30/07/2025), berikut tips yang tepat untuk mengatasi amarah anak dengan tenang:
1. Mulailah dengan Nada Suara yang Tenang
Reaksi alami bagi para orang tua saat anak mengalami marah adalah ingin langsung menghentikan perilaku tersebut. Namun, suara yang keras hanya akan memperkeruh suasana. Anak akan merasa diserang dan semakin defensif untuk terus menerus bersikap marah di hadapan banyak orang.
Dalam hal ini, cobalah untuk berbicara dengan suara pelan, stabil, dan penuh empati. Nada seperti ini menunjukkan bahwa Anda hadir untuk membantu, dan tidak menghakimi. Bicarakan secara pelan, dan ajarkan untuk menerapkan sikap tenang yang mampu menciptakan suasana aman, agar sang anak dapat kembali berpikir secara jernih.
2. Validasi Perasaan Mereka dan Jangan Langsung Menyalahkan
Ketika marah, hindari kalimat defensif seperti yang dapat menyinggung ego sang anak. Anda harus tahu bahwa anak-anak membutuhkan perasaan mereka diakui dan dipahami. Dalam konteks ini, Anda dapat memvalidasi perasaan mereka, mengasihi, dan menjelaskan letak kesalahan secara pelan, agar mereka merasa dihargai.
Kondisi ini disebut sebagai validasi emosi dan sangat penting untuk membangun kemampuan anak dalam menggali, serta mengelola perasaannya sendiri. Melalui cara ini, anak tidak hanya merasa dimengerti, tetapi juga belajar bahwa semua bentuk perasaan itu sifatnya sah, dan salah satu hal yang perlu diatur adalah bagaimana cara mereka mengekspresikannya.
3. Ajak Anak ke Ruang Tenang atau “Calm Corner”
Mengajak anak ke ruang tenang merupakan tindakan yang cukup tepat, untuk meredam semua amarah yang dirasakan. Semua sudut yang ada di dalam ruang tenang, memberikan kesan nyaman dan aman bagi orang tua maupun anak, sehingga proses komunikasi serta mediasi berjalan lancar.
Tempat ini memberikan pilihan kepada anak untuk menjauh sejenak dari situasi yang memicu emosi. Hal ini bukan termasuk hukuman, tetapi upaya untuk membangun kebiasaan dalam menenangkan diri.
4. Salurkan Emosi Lewat Aktivitas Kreatif
Beberapa anak sulit mengungkapkan kemarahannya melalui kata-kata. Sebelum terlambat dan amarah semakin meledak, bantu mereka untuk menyalurkan emosi melalui media ekspresif. Contohnya, ajak mereka untuk menggambarkan perasaan, menciptakan cerita tentang karakter yang sedang marah, maupun menulis seluruh keluh kesah.
Aktivitas seperti ini tidak hanya menciptakan kesenangan saja, tetapi juga menjadi jembatan untuk berkomunikasi setelah suasana mereda. Salah satu hal yang harus diingat adalah, pendekatan ini tidak menghakimi, melainkan mengundang anak untuk memahami dan merefleksikan emosinya dengan baik.
5. Kendalikan Emosi Anda Sendiri
Sebagai orang tua, Anda harus mampu mengendalikan emosi di hadapan sang anak. Hal tersebut harus dilakukan karena anak-anak akan meniru perilaku kedua orang tuanya. Jika Anda menghadapi kemarahan sang anak dengan berteriak, mereka akan belajar bahwa hal tersebut merupakan cara dalam menghadapi konflik.
Namun, jika Anda bersikap tenang, terbuka, dan menanggapi penuh kejelasan, maka perilaku tersebut yang akan diikuti oleh sang anak untuk menghadapi segala sesuatu dengan kepala dingin. Cara ini mampu menunjukan bahwa orang tua memiliki peran yang sangat penting bagi pembentukan karakter dan emosional pada anak. (Maharani Dwi Puspita Sari)