Bisnis.com, JAKARTA — Kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan dokter umum maupun spesialis masih menjadi persoalan krusial dalam sistem kesehatan di Indonesia.
Data terbaru dari World Health Organization (WHO) tahun 2023 menunjukkan bahwa rasio dokter di Indonesia masih jauh di bawah batas ideal, yakni hanya sekitar 0,5 dokter per 1.000 penduduk.
Perwakilan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Andon Hestiantoro, SpOG-KFER, MPH, menjelaskan permasalahan ini juga berkaitan dengan distribusi dokter spesialis yang tidak merata di seluruh Indonesia.
“Permasalahan utama, bila kita lihat daerah terdekat Kepulauan Seribu dan Sukabumi itu dokter spesialis khususnya Obgyn, juga spesialis lain sulit untuk didapatkan “ Ujarnya, dalam seminar nasional bertajuk ‘Menakar Kebutuhan dan Realitas: Seberapa Banyak Indonesia Membutuhkan Dokter yang Berkualitas?’, di Jakarta, Jumat (25/07/2025).
Ketua Dewan Guru Besar (DGB) FKUI sekaligus Penggagas Majelis Guru Besar Kedokteran Indonesia, Prof. Siti Setiati menegaskan bahwa persoalan ini tidaklah sederhana karena melibatkan banyak pihak.
“Ini menyangkut filosofi pendidikan kedokteran, kapasitas institusi pendidikan, baik fakultas maupun rumah sakit, dalam mendidik dokter, serta tanggung jawab negara dalam pembiayaannya. Tak kalah penting, hal ini juga berkaitan dengan hak masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas.” ungkapnya.
Dia menyoroti kondisi tenaga kesehatan saat ini yang dinilai kurang optimal dalam membimbing calon dokter karena disibukkan oleh berbagai persoalan administratif, seperti tuntutan sistem BPJS.
"Ini tantangan yang penting untuk dicatat: bagaimana kita bisa menghasilkan dokter sebanyak-banyaknya, namun tetap menjaga mutu dan kualitas pendidikannya," ujar Siti.
Menurut Wisnu Barlianto, Ketua Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI), data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan adanya kesenjangan jumlah dokter spesialis pada 42 dari 47 jenis tenaga medik dan tenaga kesehatan hingga tahun 2032.
“Secara umum kita masih membutuhkan dokter spesialis, begitu juga dengan dokter umum” Ujarnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan beberapa alasan minimnya distribusi dokter ke daerah-daerah di Indonesia diantaranya:
- Masih ada kesenjangan pembangunan dan kesejahteraan di berbagai wilayah
- Pendidikan profesionalisme belum secara efektif mendorong profesi dokter menjadi dokter pejuang, pelopor untuk tinggal lama di daerah yang “sulit”.
- Disharmoni regulasi dan program kementerian dan pemerintahan
- Regulasi belum secara adaptif ramah dengan inovasi penyelesaian masalah.
Meskipun demikian, Wisnu mengungkapkan berdasarkan data AIPKI, pada tahun 2025, kebutuhan dokter di Indonesia masih timpang dengan perkiraan 205.219 dokter dibutuhkan, sementara hanya 179.106 dokter yang tersedia.
Namun, proyeksi menunjukkan bahwa mulai tahun 2028, ketersediaan dokter akan mulai terpenuhi. Pada tahun tersebut, diproyeksikan terdapat 216.854 dokter, sedikit di bawah kebutuhan 218.824. Tren peningkatan ini diperkirakan berlanjut hingga tahun 2030, ketika ketersediaan dokter mencapai 248.539, melampaui kebutuhan yang sebesar 228.257.
Dalam upaya mewujudkan target ini, AIPKI bekerja sama dengan Kemendiktisaintek membentuk Satuan Tugas (Satgas) Akselerasi Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan Tenaga Medik melalui Sistem Kesehatan Akademik. Meskipun program ini dinilai masih kurang optimal, AIPKI terus berupaya mengembangkannya.
"Kami bersama Kemendikti berupaya mengembangkan ulang lagi untuk membantu pemenuhan dokter (umum) maupun dokter spesialis," pungkas Wisnu. (Muhamad Ichsan Febrian)