Bisnis.com, JAKARTA — Sebuah studi terbaru membandingkan tiga strategi diet populer, mulai dari puasa intermiten, makan dengan pembatasan waktu, dan pemotongan kalori berkelanjutan. Namun, hanya satu yang ampuh mengalahkan diabetes tipe 2 dan obesitas.
Dilansir SciTechDaily, meskipun ketiganya mampu membantu menurunkan berat badan dan gula darah, rencana puasa dua kali seminggu (juga dikenal sebagai diet 5:2) memberikan perbaikan paling signifikan pada kadar gula darah dan respons insulin.
Program diet tersebut juga memiliki tingkat keberhasilan tertinggi bagi mereka yang menjalankan program tersebut. Temuan ini menunjukkan bahwa melewatkan makan hanya dua hari seminggu mungkin merupakan cara yang ampuh dan mudah untuk meningkatkan kesehatan.
Membandingkan Tiga Strategi Diet untuk Diabetes
Sebuah studi terbaru yang dipresentasikan di ENDO 2025, pertemuan tahunan Endocrine Society di San Francisco, California, menemukan bahwa tiga pendekatan diet populer, dengan pembatasan energi intermiten, makan dengan pembatasan waktu, dan pembatasan kalori berkelanjutan menunjukkan semuanya dapat membantu menurunkan kadar gula darah dan mendukung penurunan berat badan pada penderita obesitas dan diabetes tipe 2.
"Studi ini adalah yang pertama membandingkan efek tiga intervensi diet yang berbeda, dalam mengelola diabetes tipe 2 dengan obesitas," ujar Haohao Zhang, Kepala Dokter di Rumah Sakit Afiliasi Pertama Universitas Zhengzhou di Zhengzhou, China.
Baca Juga Cegah Obesitas Anak, Kemenkes Gandeng UNICEF dan Novo Nordisk Bentuk Lingkungan Pangan Sehat |
---|
Ketiga kelompok menunjukkan perbaikan dalam kontrol gula darah jangka panjang (HbA1c), dan efek sampingnya serupa secara keseluruhan.
Namun, peserta yang mengikuti program pembatasan energi intermiten atau intermittent energy restriction (IER) merasakan manfaat yang lebih nyata, termasuk kadar gula darah puasa yang lebih baik, sensitivitas insulin yang lebih baik, trigliserida yang lebih rendah, dan kepatuhan yang lebih kuat terhadap diet.
"Penelitian ini mengisi celah dalam membandingkan secara langsung pembatasan energi intermiten 5:2 dengan makan dengan pembatasan waktu makan 10 jam pada pasien obesitas dan diabetes tipe 2. Temuan ini memberikan bukti ilmiah bagi dokter untuk memilih strategi diet yang tepat saat merawat pasien tersebut," kata Zhang.
Zhang dan rekan-rekannya melakukan uji coba terkontrol paralel, acak, dan terpusat tunggal di Rumah Sakit Afiliasi Pertama Universitas Zhengzhou dari 19 November 2021 hingga 7 November 2024.
Sebanyak 90 pasien secara acak dibagi menjadi tiga kelompok dengan jumlah yang sama untuk pembatasan energi intermiten (IER), makan terbatas waktu (TRE) dan pembatasan energi berkelanjutan (CER) dengan asupan kalori mingguan yang konsisten di semua kelompok.
Intervensi dilakukan selama 16 minggu diawasi oleh tim ahli gizi.
Di akhir penelitian, tidak terdapat perbedaan signifikan dalam penurunan HbA1c dan berat badan antara kelompok IER, TRE, dan CER. Namun, penurunan absolut HbA1c dan berat badan paling besar terjadi pada kelompok IER.
Dibandingkan dengan TRE dan CER, IER secara signifikan menurunkan glukosa darah puasa dan trigliserida serta meningkatkan indeks Matsuda, suatu ukuran sensitivitas insulin seluruh tubuh.
Sementara, kadar asam urat dan enzim hati tidak menunjukkan perubahan yang signifikan secara statistik dari nilai awal pada semua kelompok penelitian.
Dua pasien dalam kelompok IER dan kelompok TRE, serta tiga pasien dalam kelompok CER, bahkan mengalami hipoglikemia ringan.
Zhang mengatakan temuan ini menyoroti kelayakan dan efektivitas intervensi diet bagi orang yang mengalami obesitas dan diabetes tipe 2.