Bisnis.com, JAKARTA — Semester baru telah dimulai, dan anak-anak mulai kembali ke bangku sekolah. Namun, masa transisi ini tak selalu berjalan mulus, bagi sebagian siswa, khususnya yang baru masuk ke jenjang atau lingkungan sekolah baru, risiko mengalami perundungan bisa menjadi tantangan tersendiri.
Bullying atau perundungan biasanya dapat dikenali melalui tiga ciri utama: niat, pengulangan, dan ketimpangan kekuasaan. Pelaku perundungan sengaja menyakiti korban, baik secara fisik, verbal, maupun perilaku, dan melakukannya berulang kali.
Anak laki-laki cenderung mengalami perundungan fisik, sementara anak perempuan lebih sering mengalami perundungan secara psikologis atau emosional, dikutip dari UNICEF.
Pada tahun 2024, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa perundungan menjadi salah satu kasus tertinggi yang dilaporkan, selain tawuran dan anak menjadi korban kebijakan (seperti pungutan liar, dikeluarkan dari sekolah, tidak diizinkan ikut ujian, hingga putus sekolah). Terdapat 329 laporan pengaduan terkait kekerasan di satuan pendidikan, dengan jumlah tertinggi berasal dari kasus perundungan.
Biasanya anak-anak yang berada dalam posisi rentan memiliki risiko lebih tinggi menjadi korban perundungan. Kelompok ini sering kali mencakup anak-anak dari komunitas yang termarjinalkan, keluarga kurang mampu, anak dengan identitas gender yang berbeda, anak penyandang disabilitas, serta anak imigran atau pengungsi.
Dilansir dari Anti-Bullying Alliance, Selasa (15/07/2025), jika anak Anda bercerita sedang mengalami perundungan, dengarkan dengan tenang dan berikan kenyamanan serta dukungan.
Banyak anak enggan menceritakan hal ini kepada orang dewasa karena merasa malu, takut dianggap lemah, atau khawatir orang tuanya akan kecewa, marah, atau bereaksi berlebihan. Sikap tenang dan penuh empati sangat penting agar anak merasa aman untuk terbuka.
Cara berkomunikasi orang tua ketika anak dibully:
1. Dengarkan dan beri rasa aman
Dengarkan cerita anak dengan tenang, tanpa menghakimi. Yakinkan bahwa datang kepada Anda adalah langkah yang tepat. Anak perlu tahu bahwa mereka didukung dan tidak sendirian.
2. Pastikan bahwa itu bukan salah mereka
Tegaskan bahwa perundungan bukanlah kesalahan mereka. Beri tahu bahwa keluarga akan selalu mendukung mereka, dan Anda tidak akan mengambil tindakan apa pun tanpa berdiskusi terlebih dahulu.
3. Kumpulkan fakta secara perlahan
Coba gali informasi secara hati-hati tentang apa yang terjadi. Mencatat kejadian dalam buku harian bisa sangat membantu untuk disampaikan ke pihak sekolah atau pihak terkait.
4. Jangan mendorong balas dendam
Komunikasikan pada anak bahwa membalas dengan kekerasan bukanlah solusi. Tindakan seperti memukul justru bisa memperburuk situasi yang justru merugikan mereka. Sebaliknya, dorong anak untuk menjauh dari situasi tersebut dan mencari bantuan dari orang dewasa.
5. Libatkan anak dalam pengambilan keputusan
Tanyakan apa yang ingin anak lakukan selanjutnya. Bantu mereka memahami pilihan yang tersedia, langkah-langkah yang mungkin diambil, serta keterampilan yang bisa digunakan untuk menghadapi masalah ini.
6. Bangun kepercayaan diri
Ajak anak mengikuti kegiatan positif di luar sekolah yang bisa membantu membangun rasa percaya diri dan memperluas pergaulan mereka di luar lingkungan yang tidak aman.
Terakhir, yang tak kalah penting adalah membekali anak dengan pemahaman tentang apa itu perundungan. Dengan pengetahuan tersebut, mereka akan lebih mudah mengenali dan merespons situasi yang terjadi, baik ketika menjadi korban maupun saat menyaksikan orang lain mengalaminya. Edukasi semacam ini merupakan langkah awal yang krusial untuk menumbuhkan keberanian, empati, dan ketangguhan sejak usia dini. (Muhamad Ichsan Febrian)