Bisnis.com, JAKARTA — Baru-baru ini telah dirilis laporan terbaru dari World Happiness Report oleh Gallup yang memberikan peringkat negara-negara paling bahagia.
Puncak daftar tersebut mencakup negara-negara Skandinavia dan Islandia. Namun, yang lebih menarik adalah Israel berada di urutan teratas.
Dengan jalanan Israel berlumuran darah. Para sandera menderita di terowongan-terowongan Gaza. Sirene serangan udara meraung setiap hari di seluruh negeri, negara itu dianggap sebagai negara paling bahagia ke-8.
Tahun lalu, Israel bahkan berada di urutan ke-5 padahal tengah berada dalam ketegangan konflik terus-menerus dengan Hamas, Hizbullah, Houthi.
Hal ini berbanding terbalik dengan dua negara yang juga tengah berperang. Ukraina dan Lebanon, masing-masing berada di urutan ke-111 dan ke-145 dalam daftar tersebut.
Israel juga menjadi satu-satunya negara Asia yang masuk dalam 10 besar dunia, menduduki peringkat ke-8 secara keseluruhan untuk evaluasi kehidupan 2022‑24 menurut laporan World Happiness 2025, mengungguli setiap negara Asia lainnya.
Lantas, apa yang membuat Israel tetap menjadi negara yang bahagia?
World Happiness Report mengumpulkan data Gallup World Poll dari orang-orang di lebih dari 140 negara dan memberi peringkat negara-negara tersebut berdasarkan kebahagiaan berdasarkan evaluasi hidup rata-rata mereka selama tiga tahun sebelumnya.
Israel berada di peringkat 8, di bawah Finlandia, Denmark, Islandia, Swedia, Belanda, Kosta Rika, dan Norwegia. Turun tiga peringkat dari peringkat sebelumnya di nomor 5, tetapi Israel masih nyaman berada di antara sebagian besar negara Eropa utara yang kita kaitkan dengan kehidupan yang mudah.
Temuan ini, yang serupa sejak laporan dimulai pada 2012, cenderung memunculkan penjelasan yang sama.
Bukan soal yang paling aman dan nyaman, warga Israel bahagia karena memiliki rasa kebersamaan yang kuat. Hal ini yang merupakan faktor utama dalam kebahagiaan Israel.
Negara ini juga berorientasi pada keluarga. Pajak digunakan untuk membayar perawatan kesehatan dan pendidikan, sehingga kekhawatiran itu tidak perlu dikhawatirkan.
Di negara ini masyarakatnya bebas, tempat warganya dapat melakukan dan mengatakan apa yang mereka inginkan dan mencintai siapa yang mereka cintai, dan tempat orang-orang, apa pun yang terjadi, masih suka berpesta dan bersenang-senang.
Dengan beberapa pengecualian, semua hal itu benar. Bahkan minoritas Arab Israel, yang mencakup 20% dari populasi, dan yang masih menghadapi beberapa diskriminasi hukum dan budaya, mengidentifikasi diri sebagai orang Israel, dengan sekitar 60% dalam survei sebelumnya menggambarkan situasi pribadi mereka sebagai “baik” atau “sangat baik.”
Menurut Jon Clifton, CEO Gallup, dibandingkan dengan negara lain seperti Swedia atau Norwegia, warga Israel menilai bahwe kebahagiaan bukan hanya tentang kekayaan atau pertumbuhan.
"Tapi juga tentang kepercayaan, koneksi, dan mengetahui bahwa orang-orang mendukung Anda. Jika kita menginginkan masyarakat dan ekonomi yang lebih kuat, kita harus berinvestasi pada apa yang benar-benar penting, satu sama lain," ujarnya.