Bisnis.com, JAKARTA -- Sederet merek barang mewah mulai melonggarkan target pasarnya, menurunkan tingkat eksklusivitasnya, imbas adanya penurunan permintaan dari konsumen terbesar, China.
Hal itu tercermin dari gelaran peragaan busana privat, yang dulunya hanya diperuntukkan bagi mereka yang menghabiskan uang paling banyak.
Kini, acara tersebut terlihat lebih sering diadakan oleh merek-merek mewah, dan ditayangkan di berbagai platform media sosial agar bisa menangkap pasar di kelas yang lebih rendah.
“Acara-acara ini biasanya diperuntukkan bagi pelanggan yang menghabiskan sedikitnya US$90.000 setahun, tapi kini dengan belanja US$15.000 saja sudah cukup untuk bisa diundang dalam acara itu," kata Liu Yu, seorang penggemar barang-barang mewah, dilansir The Business Times, Jumat (25/4/2025).
Pergeseran ini merupakan lambang dari pasar barang mewah China yang meredup setelah sempat berkembang pesat karena konsumen barang-barang premium kini mulai mengencangkan ikat pinggang.
Kemunduran Pasar
Menurut laporan proyeksi Bain & Co pada Januari 2025, pasar barang mewah di China menyusut hingga 20% pada 2024, yang mengakhiri pemulihan pascapandemi yang berlangsung singkat.
Hal ini sebagian disebabkan oleh semakin banyaknya orang yang berbelanja di luar negeri, dengan pembelian warga China di Jepang dan di seluruh Asia kini melampaui level 2019.
Namun, total pengeluaran barang mewah global oleh konsumen China masih turun sekitar 7% dari tahun sebelumnya, dan 16% di bawah level sebelum pandemi.
Menurut Bain.co, diperkirakan kemunduran tersebut karena adanyaperubahan dalam psikologi konsumen. Banyak keluarga kelas menengah China yang meskipun tidak menjadi lebih miskin, tetapi mereka semakin menghindari risiko.
Lisa Hu, mitra dan direktur pelaksana di konsultan AlixPartners, mengatakan bahwa faktor etidakamanan pekerjaan dan kerugian nilai aset semuanya membebani cara orang memandang masa depan keuangan mereka.
Konsumen barang mewah kini lebih memilih untuk menyimpan uang tunai mereka sebagai gantinya. Data bank sentral China menunjukkan rekor simpanan baru sebesar 17,99 triliun yuan pada 2024, dengan tabungan rumah tangga mencapai hampir 80%.
Survei AlixPartners pada Januari juga menemukan bahwa para pembayar pajak berpenghasilan menengah di kota-kota lapis kedua, pembeli Gen Z di kota-kota besar, dan pembayar pajak berpenghasilan tinggi di kota-kota semuanya mengurangi pengeluaran mewah.
Di tengah kondisi ini, tidak ada segmen yang kebal. Jam tangan dan perhiasan, yang sering dianggap sebagai barang investasi, juga mengalami pukulan paling keras.
Bain memperkirakan bahwa penjualan jam tangan di China turun sebanyak 33% pada 2024, dengan perhiasan turun hingga 30%
Raksasa Swiss Compagnie Financiere Richemont, pemilik Cartier dan Van Cleef & Arpels, melaporkan penurunan penjualan tahunan sebesar 18% di China pada kuartal keempat 2024.
Divisi jam tangan dan perhiasan LVMH bernasib sedikit lebih baik, hanya turun 2% secara global, dengan penjualan di Asia kecuali Jepang turun 17%.
Permintaan perhiasan juga telah mengering. Shen Feng, seorang penjual, mengatakan banyak klien terbesarnya telah berhenti membeli berlian dan batu mulia lainnya selama dua tahun terakhir.
“Berlian tidak memiliki tolok ukur penjualan kembali yang dapat diandalkan seperti emas, jadi orang-orang ragu,” katanya.
Bahkan mode dan barang-barang dari kulit, inti industri ini, sedang merosot. Penjualan tas kulit di China turun hingga 25% pada 2024, sementara pakaian dan aksesori turun hingga 20%, menurut Bain.
Penjualan Gucci di Asia-Pasifik juga merosot 32%, sementara Yves Saint Laurent turun 21%, menurut perusahaan induknya, Kering.
Dua nama merek mewah yang paling tangguh, Hermes dan Chanel, tampaknya lebih mampu bertahan menghadapi badai ini.
Hermes melaporkan masih mencatat pertumbuhan penjualan global sebesar 14,7%, meskipun pertumbuhannya di Asia-Pasifik melambat menjadi 7% dari 19% pada tahun sebelumnya.