Bisnis.com, JAKARTA — Menghadapi pembatalan penerbangan di menit-menit terakhir bisa sangat membuat frustrasi bagi para pelancong, baik mereka yang terbang untuk liburan, kembali ke rumah, urusan bisnis, atau mengejar acara-acara penting.
Sering kali, pembatalan kerap dilakukan karena kondisi penerbangan yang tidak aman, seperti cuaca berbahaya, masalah keamanan, atau masalah teknis pada pesawat.
Namun, ada pula beberapa pembatalan penerbangan terjadi karena kelemahan di maskapai, seperti karena kekurangan staf, kesalahan penjadwalan, atau keterlambatan pemeliharaan yang sebenarnya dapat dikelola dengan perencanaan yang lebih baik.
Mengutip data Cirium, berikut ini adalah 15 maskapai teratas dengan tingkat pembatalan penerbangan tertinggi dan jumlah total penerbangan mereka pada 2024:
1. Dana Air: 33,9% dari 2.396 penerbangan
2. Lion Air: 16,7% dari 125.550 penerbangan
3. Wings Air: 16,3% dari 62.176 penerbangan
4. Air Austral: 14,9% dari 7.628 penerbangan
5. Chongqing Airlines: 14,8% dari 57.868 penerbangan
6. Super Air Jet: 14,7% dari 89.453 penerbangan
7. Air Seychelles: 10,1% dari 16.069 penerbangan
8. Batik Air: 9,4% dari 97.320 penerbangan
9. China Express Airlines: 7,7% dari 131.928 penerbangan
10. Winair: 6,3% dari 25.802 penerbangan
11. Cape Air: 6,1% dari 83.101 penerbangan
12. Kenya Airways: 4,9% dari 46.578 penerbangan
13. Ural Airlines: 4,8% dari 61.021 penerbangan
14. Shenzhen Airlines: 4,6% dari 277.688 penerbanhan
15. Air China: 4,1% dari 612.920 penerbangan
Dana Air memiliki tingkat pembatalan tertinggi di antara maskapai yang dilacak oleh Cirium, sebagian besar karena penangguhannya oleh Otoritas Penerbangan Sipil Nigeria setelah insiden landasan pacu pada April 2024.
Hingga Januari 2025, maskapai tersebut masih belum beroperasi sambil menunggu audit keselamatan dan keuangan.
Sebagian besar maskapai dengan tingkat pembatalan tertinggi berbasis di kawasan Asia Pasifik dan Timur Tengah serta Afrika, dengan hanya satu maskapai Amerika Utara (Cape Air) dan satu maskapai Eropa (Ural Airlines) di antara daftar tersebut.
Pada 2024, Ural Airlines ditambahkan ke daftar sanksi Uni Eropa karena diduga mendukung operasi militer Rusia di Ukraina dengan mengangkut personel militer dan membuat skema penjualan tiket khusus dengan kementerian pertahanan Rusia.
Selain itu, maskapai penerbangan yang lebih kecil yang menghubungkan daerah terpencil atau kepulauan, seperti Air Seychelles, Winair (Karibia), Air Austral (Kepulauan Réunion dan Samudra Hindia), dan Cape Air (AS dan Karibia), sering kali menghadapi tingkat pembatalan yang lebih tinggi karena tantangan yang terkait dengan cuaca, infrastruktur, dan kompleksitas operasional.
Maskapai Indonesia
Maskapai penerbangan Indonesia, seperti Lion Air, Wings Air, dan Batik Air, juga bergulat dengan tantangan tingkap pembatalan tinggi yang serupa, karena seringnya kondisi cuaca ekstrem seperti musim hujan, serta bencana alam seperti letusan gunung berapi.