Bisnis.com, JAKARTA — Terapi pengganti nikotin (nicotine replacement therapy/NRT) disebut menjadi pilihan bagi orang yang ingin setop merokok selain produk tembakau alternatif. Mana yang lebih baik?
Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo) Paido Siahaan menilai strategi harm reduction atau pengurangan risiko harus diintegrasikan ke dalam program nasional untuk mengurangi prevalensi merokok, bukan semata mengandalkan larangan dan edukasi.
Terlebih, lanjutnya, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2023 mencatat tingkat prevalensi merokok di Indonesia telah mencapai lebih dari 28% populasi dewasa.
“Produk tembakau alternatif, jika diatur dengan standar keamanan dan kualitas yang ketat, bisa menjadi komplementer terhadap program berhenti merokok yang sudah ada," kata Paido dalam keterangannya, Minggu (17/8/2025).
Dia menambahkan banyak negara seperti Inggris, Selandia Baru, dan Jepang telah membuktikan bahwa adopsi produk tembakau alternatif dapat menurunkan konsumsi rokok konvensional secara signifikan.
Sebelumnya, pada penelitian Randomized Controlled Trial yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine sejak 2019, yang menunjukkan tingkat keberhasilan berhenti merokok pada pengguna produk tembakau alternatif mencapai 18%, hampir dua kali lipat dibandingkan pengguna NRT yang hanya 9,9% setelah satu tahun.
“Hal ini mengindikasikan bahwa efektivitas produk tembakau alternatif bukan hanya asumsi, tetapi telah dibuktikan melalui metode penelitian yang ketat,” jelasnya.
Adapun, Hasil studi National Drug and Alcohol Research Centre (NDARC) UNSW Sydney berjudul “Vaporized Nicotine Products for Smoking Cessation Among People Experiencing Social Disadvantage: A Randomized Clinical Trial” yang dipublikasikan di Annals of Internal Medicine mengungkap perbandingan penggunaan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik (vape) dengan NRT.
Peneliti utama dan Ketua Kelompok Riset Tembakau di NDARC, Associate Professor Ryan Courtney, mengatakan riset ini melibatkan 1.000 responden dan mereka secara acak diberikan produk tembakau alternatif dan terapi pengganti nikotin.
Hasilnya, setelah enam bulan, persentase berhenti merokok terdapat pada grup yang menggunakan produk tembakau alternatif yakni 28,4%, sementara grup terapi pengganti nikotin hanya sekitar 9,6%.
Menurutnya rokok elektronik memang bukan solusi instan. Namun, hasil riset telah menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif ini bisa menjadi opsi untuk berhenti merokok yang menjanjikan.
Sebab, tingkat keberhasilan berhenti merokok lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pengguna NRT, khususnya bagi kelompok masyarakat yang kurang beruntung secara sosial.
“Analisis kami menunjukkan, tingkat keberhasilan berhenti merokok pada pengguna produk tembakau alternatif lebih tinggi dibandingkan pengguna NRT, tanpa dipengaruhi faktor usia, jenis kelamin, tingkat ketergantungan nikotin, maupun riwayat atau pengobatan gangguan kesehatan mental baru-baru ini,” kata Ryan.