Bisnis.com, JAKARTA - Istilah FOMO yang sempat ramai di media sosial ternyata memiliki kebalikannya, yaitu JOMO!
Fomo atau fear of missing out merupakan situasi di mana Anda merasa takut ketinggalan tren atau hal-hal yang sedang happening di media sosial. Fenomena ini sering terjadi sejak penggunaan media sosial, seperti Instagram dan TikTok semakin masif di era digital saat ini.
Perasaan fomo bisa dipicu oleh banyak hal, mulai dari rasa tidak ingin dikucilkan dari kelompok sosial, rasa penasaran yang tinggi, ingin memenuhi kebutuhan media sosial, dan ingin terus terlihat ‘trendy’. Akibatnya, fomo menjadi salah satu fenomena yang dapat mengganggu kesehatan mental.
Dilansir dari PositivePsychology.com, fomo dapat menyebabkan kecemburuan dan rasa iri terhadap suatu hal yang dimiliki oleh orang lain.
Fomo juga membangkitkan perasaan tidak mampu seseorang yang diakibatkan oleh perbandingan dan persaingan sosial yang tiada henti. Perasaan ini bisa menyakitkan dan cenderung membuat orang-orang merasa selalu tidak puas.
Fenomena fomo kemudian dikaitkan dengan meledak-ledaknya suasana hati yang buruk dan tingkat kecemasan yang tinggi di kalangan generasi digital.
Untuk melawan dampak tersebut, muncul istilah JOMO atau joy of missing out. Seperti namanya, jomo diartikan sebagai perasaan senang karena ketinggalan sesuatu.
Mengutip dari havenpsychology.com.au, jomo adalah kesenangan yang diperoleh dari hidup tenang atau mandiri tanpa merasa cemas tertinggal dari trend yang ada. Artinya, seseorang merasa puas dengan keadaan dan apa yang dilakukan dalam hidupnya saat ini.
Istilah jomo ingin mengajarkan orang-orang untuk berlatih mengatakan ‘tidak’ pada satu hal yang tidak perlu.
Orang-orang didorong menjadi lebih bijaksana dan memprioritaskan hal-hal yang lebih penting tanpa mengkhawatirkan apa yang dilakukan oleh orang lain. Dengan begini, orang-orang bisa menetapkan batasan dan bisa melindungi diri secara fisik dan mental.
Jomo juga membuat orang-orang menjadi lebih fokus pada kehidupan nyata dibandingkan kehidupan online. Misalnya, bisa mulai untuk lebih terlibat pada aktivitas yang membuat hati senang dengan menghabiskan waktu bersama keluarga, teman, melakukan hobi, pergi ke alam, dan lain-lain.
Hal positif lainnya yang bisa didapatkan dari jomo adalah membuat orang-orang untuk menghilangkan ekspektasi yang berlebihan terhadap diri sendiri. Terkadang orang-orang terpengaruh dengan kehidupan orang lain di media sosial dan menekan diri agar bisa seperti orang lain tanpa menyadari bahwa pada dasarnya kehidupan setiap orang berbeda-beda dan memiliki temponya masing-masing.
Jomo mendorong orang untuk berjalan lebih pelan tanpa memperhitungkan langkah orang lain yang ‘tampaknya’ lebih cepat. Menerapkan jomo akan menjadi hal yang sangat positif untuk menempatkan kembali kendali dalam hidup. (Jesslyn Samantha Rumiris Lumbantobing)