Prosedur surrogate sendiri memang telah diterapkan dan dilegalkan di beberapa negara. Namun begitu, ada pula yang melarang praktik tersebut.
Biasanya, larangan didasarkan atas alasan legalitas yang mana dapat muncul di kemudian hari terkait status dari anak yang lahir dari metode surrogate.
Nah, di Indonesia sendiri, praktik tersebut dilarang oleh pemerintah. Aturan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Dalam Pasal 127 ayat 1 dikatakan, "Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
- hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
- dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
- pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu."
Sementara itu, dalam buku Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 3, tertulis bahwa semua ahli fiqih tidak membolehkan penyewaan rahim dalam berbagai bentuk.
Di sisi lain, biaya untuk menjalani metode ini juga sama sekali tidak murah. West Coast Surrogacy Agency di California mengatakan bahwa biayanya mulai US$50 ribu atau sekitar Rp716 juta.
Biaya tersebut bisa saja bertambah jika terjadi kasus khusus, seperti tambahan US$5 ribu (Rp71 juta) jika hamil anak kembar, tambahan US$10 ribu (Rp143 juta) untuk kembar tiga, dan US$3 (Rp42,9 juta) untuk persalinan caesar.