Sutradara Hanung Bramantyo berusaha mengingatkan khalayak bahwa hambatan dalam kehidupan seseorang tak melulu dari orang luar, melainkan bisa dari pihak keluarga sendiri.
Pun bagi Kartini. Hambatan mengenyam pendidikan layaknya perempuan di negeri Belanda lalu kesetaraan kedudukan perempuan dan laki-laki tak hanya dari orang Belanda, tetapi juga berasal dari keluarga, terutama saudara laki-laki, ibu tiri dan kerabatnya.
"Ternyata obstacle-nya Kartini, bukan orang Belanda, tetapi justru malah kakaknya sendiri, keluarganya dan lain-lain," tutur Hanung.
Hal serupa pernah diungkap sutradara Azhar Kinoi Lubis melalui "Surat Cinta untuk Kartini" pada 2016 lalu.
Hanung memandang ini sebagai sebuah potret tragedi yang perlu ditampakkan pada khalayak.
"Dia adalah potret sebuah tragedi. Dia dipenjara dalam rumahnya sendiri. Melawan keluarganya sendiri. Kecerdasannya dimandulkan, kepercayaan dirinya di pangkas," kata Hanung.
"Ini saatnya kita membuat film biopik, karena banyak sekali-kali data yang dulu tidak boleh beredar sekarang bisa beredar. Film Kartini ini, sebagai sebuah potongan film biopik modern dengan tafsir yang sangat kekinian," sambung dia.