Ilustrasi/Dailymail
Health

TIPS PUASA: Waspada Obesitas Pasca Puasa

Rezza Aji Pratama
Selasa, 21 Juni 2016 - 09:01
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA-Pada hakikatnya, berpuasa mengajarkan umat muslim untuk merasakan lapar dan haus. Hal ini membuat tidak sedikit orang yang meniatkan puasa tidak hanya sebagai ibadah tetapi juga ajang diet alias menurunkan berat badan. Faktanya, justru tidak sedikit orang yang mengalami kenaikan berat badan setelah bulan Ramadhan. Mengapa demikian?

Menurut dokter spesialis bedah Rumah Sakit Siloam, Errawan R. Wiradisuria, masalah obesitas tidak hanya karena masalah genetis tetapi juga karena gaya hidup. Meskipun berpuasa, jika tidak menjalankan pola makan dengan benar bukan tidak mungkin justru akan terserang obesitas. Dia mencontohkan, banyak orang yang makan justru pada larut malam bukan pada saat berbuka. Apalagi setelah makan kemudian dilanjutkan dengan tidur.
 
“Banyak juga yang berpuasa tetapi lebih banyak tidur dan bersantai. Hal ini membuat kalori dalam tubuh tidak terbakar dengan baik,” katanya.
 
Guna menghindari obesitas setelah berpuasa, Errawan menyarankan untuk tetap menjalankan aktivitas seperti biasa. Dia juga menambahkan sebenarnya pola makan saat berpuasa sangat baik bagi tubuh. Namun, banyak orang yang justru ‘balas dendam’ ketika berbuka. Padahal, pada malam hari cenderung tidak ada aktivitas yang bisa membakar kalori.
 
Menurut Errawan, obesitas merupakan salah satu masalah utama yang dihadai masyarakat di Indonesia. Data riset kesehatan dasar menyebutkan pada 2012 penderita obesitas pada pria naik enam kali lipat dibandingkan dengan 10 tahun lalu. Adapun di kalangan wanita, kenaikannya bisa mencapai 3,5 kali lipat. Obesitas merupakan masalah kesehatan yang bisa menyebabkan berbagai penyakit kritis seperti hipertensi, diabetes, atau serangan jantung.
 
Untuk mengatasi masalah obesitas, salah satunya bisa dilakukan dengan pembedahan. Operasi yang disebut sleeve gastrectomy ini pada intinya dilakukan dengan memotong kapasitas lambung sehingga menyusut hingga tersisa 25% saja. Dengan lambung yang lebih kecil, seseorang akan membutuhkan makanan yang lebih sedikit sehingga mengurangi obesitas.
 
Kendati demikian, pelaksanaan operasi ini tidak bisa sembarangan. Errawan menuturkan untuk melakukan operasi ini pasien setidaknya memiliki body mass index (BMI) 30 dan memiliki penyakit yang menyertainya. Namun, jika penderita obesitas tidak mengalami keluhan apapun, dokter menyarankan untuk menunggu BMI berada di angka 35.
 
Setelah dilakukan pembedahan yang mengecilkan ukuran lambung, pasien harus mengubah pola makannya. Errawan menuturkan pada awalnya pasien akan mengalami mual dan lemas. Namun, hal ini akan menghilang seiring berjalannya waktu.
 
Errawan menuturkan pembedahan ini terbukti bisa menurunkan berat bedan secara drastis. Namun, risiko lain yang muncul adalah kulit akan menggelambir karena terjadi penyusutan berat badan secara drastis. Untuk mengatasinya bisa dilakukan dengan bedah plastik. Kendati memiliki risiko, Errawan menuturkan pembedahan ini penting dilakukan untuk mencegah kemunculan penyakit berbahaya pada penderita obesitas.
 
Setelah operasi dilakukan, pasien hanya boleh mengonsumsi makanan cair atau yang sudah dihaluskan selama 4 minggu. Setelah itu baru diperbolehkan mengonsumsi makanan semi padat seperti sereal. Konsumsi makanan padat seperti biasa baru bisa dilakukan setelah 3 bulan.
 
Melalu operasi ini Errawan menuturkan 50%-80% berat badan akan turun dalam waktu 12 bulan. Selain itu, risiko mengidap diabetes juga merosot 72%, kolesterol jahat anjlok 79%, penurunan tekanan darah hingga 69%, dan gangguan tidur yang turun hingga 74%.
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro