Menurut dokter spesialis penyakit dalam, konsultan hematologi dan onkologi medik Andhika Rachman, gejala limfoma tipe non-Hodgkin diawali dengan adanya pembengkakan pada bagian tubuh tertentu seperti leher, ketiak, atau pangkal paha.
Biasanya, benjolan tersebut tidak terasa sakit. Namun, yang perlu diingat adalah tidak semua benjolan merupakan kanker. “Jadi kalau ada satu benjolan, yang dipikirkan kemungkinan pertama adalah infeksi,” katanya.
Cara yang paling mudah untuk mengetahui ada tidaknya benjolan adalah dengan meraba ketika mandi karena pada saat itu tubuh sedang dalam keadaan licin. Jika ditemukan benjolan lebih dari satu dan tidak juga mengecil setelah diobati, maka harus diwaspadai karena bisa jadi merupakan kanker kelenjar getah bening non-Hodgkin. Untuk memastikannya perlu pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter.
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter antara lain dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah, rontgen dada, maupun mengambil sampel jaringan kelenjar getah bening untuk diperiksa atau biopsi.
Selain adanya pembengkakan, kanker kelenjar betah bening non-Hodgkin dapat membuat penderitanya mengalami penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, demam tanpa sebab yang jelas, keluar keringat saat malam hari, batuk, sulit bernapas, nyeri dada, lemah, merasa kelelahan, hingga mengalami nyeri, atau rasa penuh di perut.
Selain itu, menurunnya sistem kekebalan tubuh dapat menjadi faktor risiko kanker kelenjar getah bening non-Hodgkin. Faktor risiko lainnya yaitu infeksi virus seperti Human Immunodeficiency Virus (HIV), virus Epstein-Barr, dan virus hepatitis C.
Pria yang saat ini bertugas di Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM ini mengatakan usia juga merupakan faktor risiko kanker limfoma, yaitu kebanyakan terjadi di atas usia 60 tahun. Namun, tak menutup kemungkinan ada pada usia anak-anak dan orang dewasa.