Bisnis.com, JAKARTA - Ketika memutuskan berkeluarga, ibu rumah tangga asal Bandung Wulandari baru berusia 23 tahun dan masih mengenyam bangku perkuliahan.
Meski usianya masih tergolong ”hijau” pada saat itu, Wulan mengaku sudah punya cukup bekal tentang metode pengasuhan anak. Maka, saat melahirkan anak pertamanya Revrian Fajhri Andana dua tahun kemudian, dia tidak mengalami kebingungan berarti.
”Saya menjalani [proses menjadi ibu baru] dengan bekal yang [didapat] dari sekolah keterampilan keputrian dan mata kuliah bimbingan perawatan anak dari Tata Boga IKIP,” ujarnya yang memang lulusan IKIP. Maka, dalam mengurus anak, Wulan dapat melakukannya secara mandiri tanpa campur tangan orang tua.
Wulan barangkali salah satu contoh sosok perempuan beruntung yang telah memiliki edukasi cukup mengenai metode pengasuhan anak. Pengetahuannya itu mampu membuat Wulan menepis mitos-mitos pengasuhan anak yang lazim beredar di masyarakat.
Cerita yang berbeda dialami oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian Sosial Dewi Kania. Saat melahirkan anak pertamanya 24 tahun lalu, dia ’dicekoki’ dengan banyak mitos tentang pengasuhan anak.
”Dulu kata masyarakat kampung, selama 40 hari pertama bayi harus dipakaikan gurita, dan ibunya tidak boleh menginjak tanah secara langsung karena akan berdampak buruk bagi kesehatan bayi. Waktu itu ya dituruti saja karena menghargai nasihat para sesepuh, terlepas percaya atau tidak,” ujarnya.
Dokter anak sekaligus konsultan tumbuh kembang dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Rini Sekartini mengungkapkan salah satu tantangan menjadi seorang ibu baru seperti yang dialami Wulan adalah menepis mitos yang banyak beredar di masyarakat, terutama di lingkungan keluarga, tentang pengasuhan anak.
Faktanya, tidak semua mitos terbukti bermanfaat bagi tumbuh kembang si buah hati. Ada faktor-faktor tertentu yang turut mempengaruhinya. Salah satu mitos yang beredar luas adalah memperdengarkan musik klasik kepada jabang bayi yang masih berada di dalam perut ibu.
Secara umum, ujarnya, musik klasik memang bermanfaat dalam membantu meningkatkan kecerdasan anak. Namun, kondisi psikologis sang Ibu juga turut memengaruhi proses tersebut. Jangan sampai, ujarnya, sang Ibu yang sebenarnya tidak menyukai musik klasik, memaksakan diri mendengarkan musik tersebut sewaktu hamil.
”Kalau ibunya tidak suka dan malah menjadi cemberut saat mendengar musik klasik, manfaatnya akan kurang optimal bagi anak,” ujarnya saat peluncuran kompetisi foto Scott’s Momazing di Jakarta, belum lama ini.
Contoh lain mitos adalah ketika orang tua merasa harus mematikan lampu kamar dan menyediakan kondisi kamar yang hening agar bayi dapat tidur nyenyak. Padahal tindakan tersebut hanya akan membuat anak menjadi tidak fleksibel. Anak menjadi mudah terganggu dan terbangun saat harus tidur di tempat yang agak berisik. ”Sebaiknya, tetap nyalakan lampu dan sesekali putarkan musik di kamarnya agar buah hati terlatih untuk bisa tidur dalam kondisi apapun,” katanya.
Kepercayaan terhadap mitos tidak hanya terjadi di daerah pinggiran, tetapi juga di daerah metropolitan seperti Jakarta. Faktor keluarga dan minimnya edukasi turut mendorong peredaran mitos tersebut. Oleh karena itu, ujarnya, pendidikan, khususnya pendidikan ibu, merupakan cara efektif menangkal mitos.
”Ibu yang berpendidikan biasanya memiliki inisiatif untuk mengecek kebenaran [mitos]. Ada banyak situs internet terpercaya seperti situs IDAI yang bisa dijadikan rujukan mengenai metode pengasuhan,” ujarnya. Namun, di sisi lain, ada pula kasus di mana ibu baru yang tergolong berpendidikan cukup tetap tidak berani menyanggah mitos. Ini biasanya terjadi apabila mitos diberikan oleh orang tua yang lebih berpengalaman.
Jika hal tersebut terjadi dan orang tua tetap tidak dapat diberikan pemahaman, para Ibu sebaiknya mengajak orang tua berkonsultasi ke para ahli. Para ahli seperti dokter anak atau psikolog yang bisa membantu menjelaskan metode pengasuhan yang telah terbukti secara ilmiah. Pada intinya, ujarnya, ada tiga poin utama yang harus dipenuhi selama masa pengasuhan buat hati, yaitu asuh, kasih sayang dan stimulasi.
Hal-hal yang mencakup poin asuh seperti pemenuhan nutrisi melalui asupan makanan, imunisasi, perawatan sehari-hari, dan pemantauan tumbuh kembang anak secara teratur.
Ekspresi kasih sayang dapat dimulai dari sentuhan, ucapan, dan tindakan. Ketiga hal tersebut dapat memengaruhi kesehatan psikologis anak. ”Pastikan Anda meluangkan cukup waktu untuk mengekspresikan kasih sayang kepada anak, sehingga mereka akan tumbuh sebagai anak sehat dan bahagia,” katanya.
Adapun pemberian stimulasi harus cukup dan dapat dilakukan sejak dalam masa kehamilan berumur 20 minggu. Pemberian stimulasi capat dilakukan dengan cara memperdengarkan musik, mengusap secara lembut perut Ibu, dan mengajak si jabang bayi bicara.
Pemberian stimulasi ini harus disesuaikan dengan perkembangan usia anak.”Sebetulnya apabila dibiarkan begitu saja nak akan tetap tumbuh. Tetapi, apabila diberikan stimulasi, anak akan berkembang lebih optimal,” ujarnya