Komdigi menilai penggunaan AI di sektor kesehatan masih berisiko dan akan ditinjau/kemenkes
Health

Risiko AI di Sektor Kesehatan, Ini Respon Kemenkes dan Dokter

Pernita Hestin Untari
Kamis, 24 Juli 2025 - 17:24
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA— Staf Ahli Kementerian Kesehatan hingga kalangan dokter menanggapi peringatan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria yang menyebut penggunaan kecerdasan artifisial (AI) di sektor kesehatan memiliki risiko tinggi dan perlu pengawasan ketat, termasuk melalui pendekatan sandboxing.

Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan sekaligus Ketua Tim Transformasi Teknologi dan Digitalisasi Kesehatan (TTDK) Kementerian Kesehatan RI, Setiaji, mengatakan pihaknya telah bersiap menyesuaikan roadmap dan regulasi AI yang juga akan menyertakan sektor kesehatan.

“Komdigi akan mengeluarkan roadmap dan regulasi mungkin dalam waktu dekat ya.. Nah, di dalam memang ada sektor kesehatan. Oleh karena itu, kami kita menyikapinya dengan pertama ada tim POKJA kita juga yang involved di dalam POKJA tersebut,” kata Setiaji dalam acara Building Trust in Healthcare AI yang digelar oleh Philips di Jakarta pada Rabu (23/7/2025). 

Setiaji menambahkan seiring dengan kebijakan AI lintas sektor yang tengah disiapkan oleh Komdigi, Kementerian Kesehatan juga akan merumuskan regulasi khusus untuk sektor kesehatan. Hal ini dilakukan karena sektor kesehatan dinilai memiliki karakter yang lebih strategis, sensitif, dan berkaitan langsung dengan aspek keselamatan pasien.

Setiaji juga mengungkapkan prinsip-prinsip AI yang telah dirumuskan oleh WHO menjadi acuan penting dalam penyusunan kebijakan nasional. Prinsip itu antara lain transparansi, akuntabilitas, inklusivitas, keselamatan, serta menjunjung tinggi otonomi manusia.

Dia menegaskan implementasi AI di Indonesia harus selaras dengan pedoman etika internasional, regulasi pemerintah, dan kebutuhan lokal. “Artinya tadi kita mengedepankan human touch-nya, mendengarkan feedback dari pasien, dan juga meng-involve dokter dan nakes-nya. Terus di luar itu juga pastinya harus inklusif. Jadi open system dan mengutamakan patient safety,” ujar Setiaji.

Senada dengan itu, Direktur Utama Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita, Iwan Dakota, menekankan teknologi AI telah diadopsi dalam berbagai perangkat medis dan terbukti membantu meningkatkan kualitas layanan, terutama dalam efisiensi kerja tenaga kesehatan.

Tak hanya untuk pencitraan medis, AI juga digunakan dalam sistem peringatan dini untuk pasien, yang memungkinkan tindakan cepat sebelum kondisi memburuk. Namun demikian, Iwan menegaskan bahwa peran manusia dalam sistem layanan kesehatan tetap tidak tergantikan.

“Karena dokter dan juga perawat nantinya akan melanjutkan berbagai macam hasil yang dilakukan oleh AI yang sangat lebih jelas dan lebih cepat,” tegasnya.

Sebelumnya, Nezar Patria menyatakan AI di sektor kesehatan memiliki risiko yang tinggi dan memerlukan pengawasan ketat sebelum diimplementasikan secara luas. Menurutnya, proses sandboxing menjadi krusial untuk menguji kepatuhan teknologi terhadap regulasi serta potensi risiko sosial dan etis, seperti disinformasi dan bias komersial.

Menurut laporan Future Health Index 2025 yang dipublikasikan Philips, baik tenaga kesehatan (84%) maupun pasien (74%) di Indonesia optimistis terhadap potensi AI dalam meningkatkan kualitas layanan medis. Tingkat kenyamanan ini bahkan melebihi rata-rata global, dengan tenaga kesehatan mencatat angka kepercayaan hingga 96%.

Namun demikian, laporan tersebut juga mencatat adanya kesenjangan antara pengembangan teknologi dan kebutuhan praktis tenaga kesehatan. Meskipun banyak dokter terlibat dalam proses pengembangan, kurang dari separuh merasa teknologi yang dikembangkan benar-benar relevan dengan kebutuhan sehari-hari mereka.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro