Potret Kota Bajawa, Ngada, Nusa Tenggara Timur, saat kabut mulai turun./Bisnis-Hta
Travel

Bucket List Bajawa: Yang Tertinggal di Inerie hingga Inielika

Hendri T. Asworo
Selasa, 11 Februari 2025 - 13:35
Bagikan

ORIZEIN masih menyisakan guratan jingga saat gelap mulai menyelimuti tapal batas Bajawa-Nagekeo. Ufuk barat terlihat dihiasi pepohonan yang tertancap di atas perbukitan. Seperti kaki langit, yang memisahkan bumi dengan cakrawala.

Tak mau ketinggalan, angin pegunungan bersilat dengan dahan. Memicu suara mencekam yang merasuk lewat klokea. Rintik hujan mulai turun ketika langkah kaki kami menjejak di daerah Watujaji. Di atas bukit terlihat kerlip lampu yang menghiasi ibu kota Kabupaten Ngada itu.

Selain tetes hujan, suhu dingin terasa ‘menggigit’ kulit. Tampak indikator di smart watch menunjukkan angka 18 derajat celcius. Hanya 10 menit bertahan. Selepas mengambil gambar, kami bergegas ke tengah kota.

Bajawa adalah salah satu kota kecil di Pulau Flores, NTT. Kendati kecil, kota yang mirip cekungan piring ini menyajikan pemandangan alam yang tidak biasa. Dikepung perbukitan, terlihat seperti untaian tembok raksasa yang menjaga penghuninya.

Pada musim penghujan, seperti saat ini, angin bertiup begitu kencang. Meski di barat ada perbukitan Aimere dan di utara berdiri Gunung Inielika, angin dari Samudra Hindia masih mampu menerobos di sela-sela Gunung Inerie yang terletak di sebelah selatan.

Bucket List Bajawa: Yang Tertinggal di Inerie hingga Inielika

Pemandangan Kota Bajawa dari atas bangunan Hotel Nusantara 1./Bisnis-Hta

Inerie adalah puncak tertinggi di Flores. Ine berarti ibu, dan Rie cantik atau agung. Sesuai dengan budaya masyarakat Bajawa yang menganut matrilineal, menghubungkan garis keturunan dari perempuan, seperti adat Minang.

Dengan ketinggian 2.245 meter, Inerie berstatus gunung berapi aktif. Gunung Inielika memiliki ketinggian lebih rendah, 1.559 meter. Akan tetapi, gunung ini lebih aktif dari Inerie. Inielika terakhir memuntahkan lava pada 2001, sedangkan Ineria pada 1970.

Di sebelah barat ada Wolobobo. Perbukitan indah yang acapkali dipenuhi samudera kabut. Warga sekitar menyebutnya Negeri di Atas Awan. Saat tiba di siang hari, halimun sudah menyambut di pintu masuk selamat datang.

Lokasi Wolobobo Hills merupakan spot paling tepat untuk melihat pemandangan Kota Bajawa. Udara lebih dingin tentunya. Apalagi kontur bukit diapit oleh ngarai-ngarai. Angin dari arah tenggara bertiup kencang membawa gumpalan-gumpalan awan.

Bucket List Bajawa: Yang Tertinggal di Inerie hingga Inielika
Gunung Inerie dilihat dari Panorama Manulalu./Bisnis-Hta

Sayangnya, Kota Bajawa tertutup mega. Sesaat agin kencang menyapu awan. Kerlip atap rumah yang terbuat dari seng terlihat di kejauhan. Hanya sekian detik saja. Halimun tidak memberikan kesempatan untuk memandang keanggunan Inielika dan Inerie. Biar penasaran.

Namun, kami masih beruntung. Karena sempat berkunjung ke Panorama Manulalu. Dari sebuah kafe yang menempel di lereng dekat bahu jalan, kami bisa menikmati keindahan Inerie nyaris 360 derajat, kecuali Inielika yang tak tampak.

Manulalu, yang berarti ayam jago, merupakan spot terbaik untuk membunuh waktu. Ditemani secangkir kopi Bajawa dan sepiring pisang goreng, tidak terasa matahari sudah beringsut ke barat. Waktunya pulang.

Bucket List Bajawa: Yang Tertinggal di Inerie hingga Inielika
Potret Wolobobo Hills saat tertutup kabut./Bisnis-Hta

Kehangatan Warga Bajawa

Dua pasang mata berbinar menyambut kedatangan kami. Guratan wajah gembira pasangan Tarsisius (70) dan Yasinta (65) seperti menepis hawa dingin yang menyeruak masuk lewat sela-sela daun jendela dan pintu kaca saat menyambut kedatangan kami.

“Selamat datang di rumah kami, silahkan,” kata lelaki paruh baya yang biasa dipanggil Seng sembari mengulurkan tangan didampingi istrinya.

Sambutan hangat terus berlanjut. Tiada henti. Kala menjumpai orang-orang baru. Serasa sudah ribuan hari mengenal. Potret keramahan ini kerap dijumpai tiap sudut Kota Bajawa. “Foto kami.. Foto kami,” teriak rombongan anak sekolah sembari tertawa.

Bajawa, berasal dari Bha dan Djawa. Bha berarti piring, Djawa bermakna damai. Piring perdamaian, kata Ari, salah satu pemuka adat Bajawa saat ditemui di Kampung Badjawa, baru-baru ini.

Pria berusia 48 tahun itu menceritakan asal-usul suku Bajawa. Menurutnya, suku Bajawa adalah perpaduan antara bangsa Mongolia, China, dan India. Namun, saat melakukan perjalanan ribuan tahun lalu mereka sempat singgah di Jawa.

“Sebenarnya dari bangsa Mongol, bangsa China, dan kawin dengan orang India. Kemudian mereka berlayar dan singgah di Jawa, terus sempat kawin-mawin di Jawa, terus berlayar ke ke Bima. Terus sampai di Sumba, dan berlayar ke Flores, lewat Aumere,” ujarnya.

Kisah asal-usul suku Bajawa itu diceritakan pada saat upacara adat Reba yang dilakukan setiap tahun sekali. Sayangnya, kami tidak sempat mengikuti upacara adat tersebut.

Ari meyakini ada unsur darah Jawa di suku Bajawa, karena leluhur menghormati Bu’e Ratu Jawa dalam setiap doa. Selain itu, ada kampung adat yang bernama Majapahing yang disinyalir terinspirasi dari Majapahit.

Dalam hal ini Ari menggunakan ilmu Laduni dalam menceritakan asal-usul suku Bajawa. Dalam Islam, ilmu Laduni ini merupakan perpaduan dari pengetahuan dan pengalaman spiritual. Ari mengaku pernah dikabarkan sempat meninggal dalam 3 jam.

“Saya seperti dilahirkan kembali. Setelah terbangun saya bisa bahasa Bajawa, padahal tidak pernah belajar,” tuturnya.

Cerita Ari ada benarnya. Berdasarkan sejumlah literatur yang dikutip dari situs Floresku.com, suku Bajawa berasal dari Proto-Melayu, bukan Deutro Melayu. Orang Proto-Melayu, berasal dari Utara-Asia Tengah, menyebar ke arah timur Asia dan Asia Tenggara.

Mereka adalah kelompok manusia yang pertama kali menjejakkan kaki di kepulautan Nusantara, sekitar 4.000 tahun silam.

Apapun itu silsilah suku Bajawa, yang jelas mereka meninggalkan kesan hangat dan ramah bagi pendatang. Belum lagi soal toleransi dalam beragama. Masjid Agung dan Gereja Katolik St. Yosef pun berdiri berdampingan di pusat kota.

Sayangnya waktu terbatas dalam perjalanan ini, masih menyisakan berkali penasaran. Masih banyak destinasi wisata yang belum dikunjungi, seperti mata air panas Malanage, tempat bersejarah Riung, Pantai Ena Bhara dan lainnya. Pun Inerie dan Inielika wajib didaki. Waktu sepekan rasanya tidak cukup.

Penulis : Hendri T. Asworo
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro