Perokok anak sedang menghisap sepuntung rok0k/Yayasan Lentera anak
Health

Metode Alternatif untuk Menyelamatkan Kematian Akibat Rokok di Indonesia

Mia Chitra Dinisari
Senin, 3 Februari 2025 - 20:17
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Data WHO mencatat, World Health Organization (WHO) melansir bahwa angka kematian akibat merokok mencapai 30%, atau setara dengan 17,3 juta orang.

Angka kematian tersebut diperkirakan terus meningkat hingga 2030, sebanyak 23,3 juta orang. Aktivitas merokok meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular yang banyak diidap oleh masyarakat di sejumlah negara berpendapatan rendah. Di Indonesia, penyakit kardiovaskular mencapai 80% dan menduduki peringkat tertinggi penyakit mematikan.

Pada 2015, WHO mengeluarkan riset bahwa lebih dari 3,9 juta anak dengan rentang usia 10 tahun hingga 14 tahun menjadi perokok aktif. Sementara itu, aktivitas merokok untuk pertama kalinya dilakukan oleh 239.000 anak di bawah umur 10 tahun. Selebihnya, 40 juta anak berusia di bawah 5 tahun menjadi perokok pasif.

Selain itu, WHO juga mencatat bahwa risiko peningkatan penderita kanker paru-paru pada perokok pasif mencapai 20—30%, dan risiko penderita penyakit jantung sebanyak 25—35%.

Angka kematian dini akibat rokok di dunia tercatat hampir mencapai 5,4 juta. Jika kesadaran tentang bahaya merokok tidak juga tumbuh, diprediksikan pada 2025 tercatat 10 juta perokok akan meregang nyawa.

Praktisi Kesehatan dr. Arifandi Sanjaya mengatakan berhenti merokok jadi hal yang  sulit dilakukan bagi perokok. Pasalnya setiap perokok yang berusaha berhenti akan menghadapi nikotin withdrawal atau gejala putus zat nikotin.

“Membuat perokok berhenti itu susahnya luar biasa. Saya tidak pernah membuat orang berhenti merokok, tapi membatasi dosisnya, karena banyak kejadian orang kolaps. Gejala ini terjadi karena tubuh dan otak perokok telah memiliki ketergantungan terhadap nikotin yang selama ini dikonsumsi melalui rokok. Pendekatan dengan produk alternatif yang lebih aman dapat mengurangi risiko bahaya hasil dari pembakaran pada rokok dapat diupayakan dan dapat dijadikan jembatan perokok untuk berhenti merokok,” jelasnya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI dr. Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, pemerintah terus melakukan cara untuk mengendalikan penggunaan produk tembakau seperti rokok dan menurunkan 300 ribu kematian dini per tahun akibat merokok dengan mempertimbangkan opsi alternatif.

“Dalam upaya pencegahan berbagai penyakit akibat perilaku merokok, Kemenkes sudah membuat Layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM) sebagai upaya preventif dan promotif, dan tatalaksana pengendalian konsumsi rokok. Selain itu, peta jalan regulasi hingga saat ini juga kami sudah menerbitkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 serta aturan turunan yang terbit setahun setelahnya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur produk tembakau termasuk rokok elektronik,” ujar dr. Nadia

Prof. Tikki Pangestu, peneliti dan mantan Direktur Riset Kebijakan WHO mengatakan, ada langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam mengurangi jumlah perokok lewat upaya pengurangan dampak rokok (harm reduction).

Langkah-langkah tersebut mencakup dialog antar pemangku kepentingan, diadakannya lebih banyak penelitian yang lebih berkualitas dan lebih mengerti faktor kontekstual lokal dan kolaborasi yang lebih kuat di antara para peneliti dan akademisi dengan komunitas harm reduction di dunia.

Prof Tiki berharap pemerintah Indonesia bisa lebih terbuka soal produk alternatif tembakau ini.

“Permasalahan rokok ini butuh intervensi yang maksimal. Beberapa negara maju di dunia seperti Inggris, Selandia Baru, dan Jepang sudah menerapkan konsep pengurangan risiko tembakau (tobacco harm reduction). Di negara maju tersebut, konsep pengurangan risiko berhasil menurunkan jumlah perokok konvensional, bahkan menurunkan peredaran jumlah rokok konvensional di pasaran,” jelas Prof. Tikki.

Lebih lanjut, laporan ini turut membahas urgensi pendalaman keilmuan mengenai dampak produk alternatif tembakau, serta pentingnya peran pemerintah dalam mendukung penelitian melalui pendanaan. Dukungan terhadap pendanaan riset dapat mendorong meningkatnya para ahli mengenai THR. Nantinya, hasil riset dapat menjadi dasar pengambilan kebijakan oleh pemangku kepentingan terkait.

Analisis Lives Saved Report yang dikeluarkan oleh Global Health Consults menemukan, lebih dari 4,6 juta jiwa dapat terselamatkan pada 2060 dengan metode Tobacco Harm Reduction (THR).

Metode ini memfokuskan peralihan konsumsi rokok dengan menggunakan langkah alternatif yang lebih rendah risiko.

Hal tersebut juga tertuang pada publikasi Public Health England yang menerangkan, produk tembakau alternatif mampu mengurangi paparan risiko hampir 95 persen lebih rendah dibandingkan rokok.

Meskipun studi jangka panjang tentang manfaat kesehatan dari beralih ke THR masih diperlukan, hasil studi yang menggunakan biomarker penyakit masa depan cukup menjanjikan. Dengan begitu, langkah konkret melalui intervensi kebijakan untuk mengurangi bahaya merokok perlu dijalankan oleh pemerintah dengan melibatkan seluruh aspek.

“Usaha untuk menghentikan rokok masif di Indonesia, tapi yang berhenti tidak sesignifikan itu. Untuk itu upaya bersama perlu terus dilakukan. Dalam konteks ini, kita tidak bisa berdiam diri. Hadirnya intervensi ini lebih menjanjikan dalam mengurangi bahaya merokok tembakau yang dibakar, bahkan hampir dua kali lebih efektif untuk penghentian merokok dibandingkan terapi pengganti nikotin, atau jika dibandingkan dengan hanya melanjutkan upaya pengendalian tembakau yang diarahkan oleh WHO saat ini saja,” jelas dosen dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung dan salah satu penulis Lives Saved Report dr. Ronny Lesmana, dalam acara bedah laporan “Lives Saved Report” di Jakarta, Senin (3/2/25).

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro