Bisnis.com, JAKARTA - Virus West Nile (WNV) sedang merebak di Israel dengan menginfeksi ratusan warga dan menyebabkan belasan kematian.
Berdasarkan data terbaru, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Israel melaporkan bahwa sebanyak 153 orang telah didiagnosis Virus West Nile.
Adapun hingga saat ini terdeteksi kasus kematian akibat Virus West Nile ini, ada sebanyak 1 orang meninggal dunia, hingga Rabu (3/7/2024).
Berdasarkan data yang tercatat, sebagian besar yang terinfeksi adalah dari wilayah tengah negara Israel. Secara umum, sekitar 80% dari yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala demam West Nile, namun sekitar 20% dari yang terinfeksi akan mengalami berbagai tingkat gejala. Lantas, darimana asal Virus West Nile?
Sejarah Virus West Nile
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Virus West Nile pertama kali diisolasi pada seorang wanita di distrik West Nile Uganda pada 1937. Virus ini diidentifikasi pada burung, di antaranya burung gagak dan columbiformes di wilayah delta Nil pada 1953.
Sebelum 1997, Virus West Nile tidak dianggap patogen bagi burung, tetapi pada saat itu di Israel, strain yang lebih ganas menyebabkan kematian berbagai spesies burung yang menunjukkan tanda-tanda ensefalitis dan kelumpuhan.
Sementara itu, infeksi terhadap manusia yang disebabkan oleh Virus West Nile telah dilaporkan di banyak negara di dunia selama lebih dari 50 tahun.
Pada 1999, Virus West Nile yang beredar di Israel dan Tunisia diimpor ke New York dan menyebabkan wabah besar dan dramatis yang menyebar ke seluruh benua Amerika Serikat (AS) pada tahun-tahun berikutnya.
Wabah Virus West Nile di AS pada 1999-2010 menyoroti bahwa impor dan pembentukan patogen yang ditularkan melalui vektor di luar habitat mereka saat ini merupakan bahaya serius bagi dunia.
Wabah terbesar Virus West Nile terjadi di Yunani, Israel, Rumania, Rusia, dan AS. Lokasi wabah berada di rute migrasi burung utama. Di wilayah asalnya, Virus West Nile tersebar luas di seluruh Afrika, sebagian Eropa, Timur Tengah, Asia Barat, dan Australia.
Sejak pertama kali masuk ke AS pada 1999, Virus West Nile telah menyebar dan kini tersebar luas dari Kanada hingga Venezuela.
Penularan Virus West Nile
Infeksi Virus West Nile pada manusia paling sering terjadi akibat gigitan nyamuk yang terinfeksi. Nyamuk terinfeksi saat menghisap darah burung yang terinfeksi, yang menyebarkan virus dalam darah selama beberapa hari. Virus akhirnya masuk ke kelenjar ludah nyamuk.
Selama menghisap darah berikutnya yakni pada saat nyamuk menggigit, virus dapat disuntikkan ke manusia dan hewan, tempat virus dapat berkembang biak dan mungkin menyebabkan penyakit.
Selain itu, Virus West Nile ini juga dapat menular melalui kontak dengan hewan lain yang terinfeksi, darahnya, atau jaringan lainnya.
Sebagian kecil infeksi pada manusia terjadi melalui transplantasi organ, transfusi darah, dan ASI. Ada satu kasus penularan Virus West Nile transplasenta dari ibu ke anak yang dilaporkan.
Sampai saat ini, belum ada penularan Virus West Nile dari manusia ke manusia melalui kontak biasa yang terdokumentasikan, dan belum ada penularan Virus West Nile ke petugas kesehatan yang dilaporkan ketika tindakan pencegahan pengendalian infeksi standar telah diterapkan. Penularan Virus West Nile ke pekerja laboratorium telah dilaporkan.
Gejala Terinfeksi Virus West Nile
Infeksi Virus West Nile bersifat asimtomatik atau tanpa gejala pada sekitar 80% orang yang terinfeksi, atau dapat menyebabkan demam West Nile atau penyakit West Nile yang parah.
Sekitar 20% orang yang terinfeksi Virus West Nile akan mengalami demam West Nile. Gejalanya meliputi demam, sakit kepala, kelelahan, dan nyeri tubuh, mual, muntah, terkadang disertai ruam kulit di badan dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Gejala penyakit parah juga disebut penyakit neuroinvasif, seperti ensefalitis West Nile atau meningitis atau poliomielitis West Nile meliputi sakit kepala, demam tinggi, leher kaku, pingsan, disorientasi, koma, tremor, kejang, kelemahan otot, dan kelumpuhan.
Adapun diperkirakan sekitar 1 dari 150 orang yang terinfeksi virus West Nile akan mengembangkan bentuk penyakit yang lebih parah.
Penyakit serius dapat terjadi pada orang-orang dari segala usia, namun orang-orang yang berusia di atas 50 tahun dan beberapa orang dengan gangguan kekebalan tubuh misalnya, pasien transplantasi berada pada risiko tertinggi untuk sakit parah saat terinfeksi Virus West Nile. Masa inkubasi umumnya 3 hingga 14 hari.
Cara Diagnosa Virus West Nile
WHO menyatakan bahwa Virus West Nile dapat didiagnosis melalui sejumlah tes berbeda, di antaranya sero-konversi antibodi IgG (atau peningkatan signifikan dalam titer antibodi) dalam dua spesimen serial yang dikumpulkan dengan interval satu minggu melalui uji imunosorben terkait enzim (ELISA).
Selanjutnya, uji imunosorben terkait enzim penangkap antibodi IgM (ELISA); pengujian netralisasi; deteksi virus dengan uji reaksi berantai polimerase transkripsi balik (RT-PCR), dan isolasi virus dengan kultur sel.
IgM dapat dideteksi di hampir semua cairan serebrospinal (CSF) dan spesimen serum yang diterima dari pasien yang terinfeksi WNV pada saat presentasi klinis mereka. Antibodi IgM serum dapat bertahan selama lebih dari setahun.
Pengobatan dan Vaksin
Perawatan bersifat suportif bagi pasien dengan virus West Nile yang bersifat neuro-invasif, yang sering kali melibatkan rawat inap, pemberian cairan intravena, dukungan pernapasan, dan pencegahan infeksi sekunder. Namun, hingga kini tidak ada vaksin yang tersedia untuk manusia.
Cara Kurangi Risiko Infeksi Virus West Nile
Jika vaksin belum ditemukan, satu-satunya cara untuk mengurangi infeksi pada manusia adalah dengan meningkatkan kewaspadaan akan faktor risiko dan mendidik masyarakat tentang tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi paparan virus.
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi risiko penularan nyamuk. Upaya pencegahan penularan harus difokuskan pada perlindungan pribadi dan masyarakat terhadap gigitan nyamuk melalui penggunaan kelambu, obat nyamuk, mengenakan pakaian berwarna terang (baju lengan panjang dan celana panjang) dan menghindari aktivitas luar ruangan pada saat nyamuk menggigit.
Selain itu, masyarakat harus mendorong program untuk memusnahkan tempat perkembangbiakan nyamuk di daerah pemukiman.
Lalu, mengurangi risiko penularan dari hewan ke manusia. Sarung tangan dan pakaian pelindung lainnya harus dikenakan saat menangani hewan yang sakit atau jaringannya, dan selama prosedur penyembelihan dan pemusnahan.
Kemudian, mengurangi risiko penularan melalui transfusi darah dan transplantasi organ. Pembatasan donor darah dan organ serta pengujian laboratorium harus dipertimbangkan pada saat wabah terjadi di daerah yang terkena dampak setelah menilai situasi epidemiologi lokal atau regional.