Sejumlah wisatawan menyaksikan ritual potong rambut Gimbal saat dilangsungkan Dieng Culture Festival (DCF)-6 di komplek candi Arjuna kawasan dataran tinggi Dieng, Batur, Banjarnegara, Jateng,./Antara
Entertainment

Dieng Culture Festival, Tradisi Ruwatan, hingg Jazz di Atas Awan Kembali Hadir

Widya Islamiati
Rabu, 31 Agustus 2022 - 21:05
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Salah satu hal yang membuat Indonesia dikenal sebagai negara destinasi wisata oleh banyak turis mancanegara adalah karena kekayaan alam dan budaya yang melimpah ruah. Mengenai kekayaan alam dan budaya memang tak akan habis diperbincangkan di sini.

Kecintaan masyarakat akan budaya juga masih tinggi meskipun kemajuan teknologi dikabarkan menggerus sedikit demi sedikit budaya Indonesia. Salah satu tradisi yang masih dapat dinikmati hingga saat ini adalah pagelaran budaya dalam rangkaian Dieng Culture Festival.

Dilansir dari visit.banjarnegarakab, Dieng Culture Festival (DCF) di Banjarnegara adalah serangkaian acara dalam festival budaya dengan mensinergikan antara unsur budaya di masyarakat, potensi wisata alam Dieng, juga pemberdayaan masyarakat. Sinergi ini adalah misi dasar dibuatnya festival Budaya ini.

Festival budaya ini mulanya digagas dengan nama Pekan Budaya Dieng oleh masyarakat dan pemudi Dieng Kulon. Setelah berjalan selama tiga tahun tepatnya pada tahun 2010, Pekan Budaya ini kemudian diubah menjadi Dieng Culture Festival atas kesepakatan masyarakat dan pemuda Dieng Kulon serta membuat kelompok sadar wisata untuk hal ini.

Selain mengadakan Dieng Culture Festival yang berkaitan dengan pelestarian budaya dan pemberdayaan masyarakat, kelompok sadar wisata juga aktif dalam mengenalkan potensi wisata pada masyarakat, dari berbagai sudut pandang, termasuk dalam segi ekonomi.

Kelompok sadar wisata kemudian mengadakan Dieng Culture Festival dengan dukungan dari berbagai pihak, termasuk organisasi dan Dinas Kepariwisataan di Dieng. Ini kemudian menjadikan Dieng Culture Festival menjadi salah satu pertunjukan tradisi yang dinantikan oleh wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.

Ada apa saja di Dieng Culture Festival?

Banyak acara yang diadakan dalam rangkaian acara di Dieng Culture Festival, namun salah satunya yang menjadi khas dan paling banyak diminati oleh wisatawan adalah tradisi ruwatan sebagai puncak acara Dieng Culture Festival dan momen jazz di atas awan. Dua acara ini sanggup mengundang ribuan orang datang ke Dieng demi menikmati keduanya.

Apa itu tradisis ruwatan?

Ruwatan adalah tradisi pemotongan rambut gimbal yang dilakukan oleh masyarakat Dieng. Ruwatan memang sudah menjadi tradisi yang melekat dengan kebudayaan Jawa, tujuannya untuk menghilangkan kesialan dan menolak bala.

Ruwatan di Dieng juga memiliki tujuan yang sama. Namun, ruwatan di Dieng dilakukan pada anak kecil berambut gimbal yang biasa disebut ruwatan bocah gimbal. Fenomena ini cukup unik, pasalnya akan ada rambut gimbal yang tumbuh pada anak-anak tertentu dengan usia antara 40 hingga enam tahun.

Rambut gimbal pada anak tersebut akan ditandai dengan suhu tubuh yang tinggi dan berlangsung selama beberapa hari. Pada pagi hari saat akan muncul rambut gimbal di kepala anak tersebut, suhu tubuhnya juga akan perlahan kembali normal. Anak berambut gimbal inilah yang akan menjadi pemeran utama dalam ruwatan bocah gimbal.

Acara ruwatan bocah gimbal dimulai dengan ritual doa di beberapa tempat tertentu, diantaranya Candi Dwarawati, Komplek Candi Arjuna, Sendang Maerokoco, Candi Gatotkaca, Telaga Balaikambang, Candi Bima, Kawang Sikidang, Gua di Telaga Warna, Kali Pepek, serta tempat pemakaman Dieng.

Ritual doa ini dilakukan dalam satu hari, pada hari kedua akan ada kirab, dalam kirab ini, anak dengan rambut gimbal akan dikawal oleh para sesepuh, tokoh masyarakat, kelompok paguyuban seni juga masyarakat. Iring-iringan kirab ini mengelilingi desa dan berakhir di tempat pemotongan rambut.

Asal-usul anak gimbal

Masyarakat Dieng mempercayai bahwa anak-anak berambut gimbal ini merupakan anak titipan dari Kyai Kolo Dete. Dahulu, Kyai Kolo Dete adalah pejabat pada masa Mataram Islam atau sekitar abad ke 14 yang datang ke Dieng untuk mempersiapkan pemerintahan kerajaan Mataram di daerah ini.

Kyai Kolo Dete dengan istrinya, Nini Roro Rence kemudian mendapatkan wahyu dari Ratu Pantai Selatan. Selain itu, keduanya juga mengemban tugas untuk mengantarkan Dieng pada kesuksean. Uniknya,  masyarakat Dieng juga percaya bahwa tolak ukur kesejahteraan ditandai dengan munculnya anak gimbal.

Sejak saat itu, banyak anak gimbal yang muncul di daerah ini. Bagi masyarakat Dieng, semakin banyak anak gimbal, semakin sejahtera dan makmur pula daerah mereka.

Kabar baiknya, setelah dua tahun ditiadakan karena terhalang pandemi, Dieng Culture Festival kembali diadakan pada tahun ini. Dilansir dari laman Instagram kemenparekraf dan festivaldieng2022, Dieng Culture Festival akan diadakan 2 hingga 4 Sepetember mendatang.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro