Bisnis.com, JAKARTA - Tak dapat dipungkiri jika tujuan utama sebagian besar konten kreator mengunggah konten-konten buatannya ke sejumlah platform adalah mencari keuntungan. Entah keuntungan yang diperoleh dari monetisasi atau kerjasama dengan pihak tertentu yang mempromosikan produknya, baik dalam bentuk barang maupun jasa.
Namun, hal tersebut tak berlaku sepenuhnya bagi Rhaka Ghanisatria yang mengembangkan platform sosial Menjadi Manusia bersama dua orang temannya Adam Alfares Abednego dan Levina Purnamadewi pada 2018.
Menjadi Manusia menghadirkan konten seputar problematika kehidupan yang dibawakan dengan pendekatan bercerita atau story telling agar tak terkesan menggurui.
Konten tersebut menceritakan bagaimana orang-orang dari bermacam latar belakang menghadapi masalahnya masing-masing. Tujuannya adalah untuk mendengarkan, memahami, dan memetik pelajaran dari pengalaman orang lain sebelum nantinya melakukan refleksi diri.
Konten Menjadi Manusia dapat dinikmati melalui berbagai platform, mulai dari Instagram, Twitter, Youtube, hingga yang terbaru Spotify, dalam bentuk podcast.
Rhaka, demikian sapaan akrabnya mengungkapkan bahwa Menjadi Manusia lahir dari pengalaman pribadinya beberapa tahun lalu. Kala itu, dia mengaku sempat mengalami gangguan mental hingga harus menjalani terapi bersama psikiater.
"Saya sempat bolak-balik psikiater, tetapi tidak mendapatkan jawaban atau solusi. Saya lari ke tembakau gorilla dan makin parah. Tidak semua permasalahan hidup itu bisa selesai di psikiater bagi sebagian orang, berangkat dari itu lahir Menjadi Manusia untuk menginspirasi," tuturnya kepada Bisnis belum lama ini.
Oleh karena itu, Rhaka menyebut Menjadi Manusia tidak bisa dikatakan sebagai platform komersial. Namun, dia tidak menampik bahwa platform tersebut dalam perjalannya berhasil menjadi pundi-pundi rupiah bagi dirinya.
Dia enggan menjelaskan berapa besar pendapatan yang diperoleh dari Menjadi Manusia. Namun yang jelas, pendapatan yang diperoleh lebih dari cukup untuk membiayai sepenuhnya kegiatan operasional, termasuk membayar upah seluruh anggota tim.
Tim Menjadi Manusia terdiri dari 20 orang, termasuk diantaranya adalah sukarelawan yang sebagian besar adalah mahasiswa. Mereka tidak hanya membantu pembuatan konten saja, tetapi juga diikutsertakan dalam berbagai acara yang melibatkan pihak eksternal.
"Selain dari konten-konten yang kami buat, pendapatan juga datang dari kerjasama acara dengan berbagai perusahaan sponsor. Terakhir ada kerjasama dengan salah satu bank swasta juga untuk satu acara," ungkapnya.
Lebih lanjut, Rhaka mengatakan bahwa pihaknya masih belum menyiapkan rencana pengembangan selanjutnya dari Menjadi Manusia. Saat ini, seluruh tim masih fokus agar platform tersebut mampu mengunggah konten lebih banyak dari sebelumnya.
Menurutnya, upaya tersebut penting dilakukan agar Menjadi Manusia tidak ditinggalkan oleh ratusan ribu pengikutnya.
"Instagram setidaknya setiap hari harus ada postingan. Untuk Youtube dan podcast Spotify ini berbarengan [rilisnya] dan kontennya tak berbeda biasanya sepekan harus ada. Lagi diupayakan agar lebih banyak lagi konten [yang diunggah]," ujarnya.