Bisnis.com, JAKARTA – Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Achmad Yurianto menegaskan bahwa layanan pengobatan untuk pasien tuberkulosis (TB) tidak bisa berhenti di tengah pandemi Covid-19.
Yuri menegaskan hal itu dalam dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IX DPR RI dengan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dirjen Kesehatan Masyarakat, Dirjen Pelayanan Kesehatan, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, serta Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes RI secara virtual, Selasa (14/4/2020).
Rapat dipimpin Ansory Siregar, Wakil Ketua komisi IX.
Yuri menyebut layanan pengobatan pasien TB tak bisa dihentikan karena jika pasien putus obat, akan terjadi resistensi obat (RO), dan akan menularkan pada orang di sekitarnya. Selain itu, pasien TB juga memerlukan masker di tengah pandemi Covid-19 dengan berbagai pertimbangan kondisi sekarang.
Covid-19 dan TB merupakan penyakit pernapasan, namun saat pandemi Covid-19, Yuri menyebut akan dipisahkan tempat layanan kesehatan untuk pasien TB dan Covid-19.
“Untuk sementara akan ditunjuk fasilitas layanan kesehatan untuk pasien TB resistensi obat, terpisah dengan pasien Covid-19, yang diteken oleh kepala dinas kesehatan setempat,” jelasnya.
Juga, di masa pandemi Covid-19, pemantauan minum obat oleh pasien TB dilakukan secara manual.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Bambang Wibowo mengatakan saat ini ada 360 rumah sakit (RS) dan balai pengobatan (BP) yang melayani pasien tuberkulosis dengan resistensi obat (TBRO).
Ada 14 rumah sakit rujukan nasional di 20 provinsi, 110 rumah sakit regional, 170 rumah sakit umum daerah, 10 rumah sakit paru, 20 balai pengobatan paru, san satu rumah sakit pusat respirasi yang menyelenggarakan manajemen terpadu untuk menemukan dan pengobatan pasien tuberkulosis (TB).
“Obat dan tata laksana pengobatan pasien TB sesuai standar,” kata Bambang.