Bisnis.com, JAKARTA--Jumlah perempuan di Indonesia yang terinfeksi HIV terus meningkat dengan salah satu penyebab karena ketidaksetiaan pasangannya. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2012, terdapat sekitar 6,7 juta pria yang membeli seks yang mengakibatkan 4,9 juta perempuan menikah dengan pria berisiko HIV tinggi.
"Di Indonesia seiring makin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin banyak jumlah mobile man with money (3M) yang menjadi high risk man. Laki-laki yang sering bepergian dengan memiliki daya beli yang tinggi sangat rentan terhadap seks aman dan mengkonsumsi narkoba dengan jarum suntik," kata Executive Director Indonesian Business Coalition on Aids (IBCA) Ramdani Sirait dalam peluncuran buku "Jangan Bawa Pulang HIV", di Jakarta, Senin.
Ramdani mengungkapkan jumlah kasus HIV di Indonesia hingga Desember 2014 mencapai 160.138, terus meningkat setiap tahun. Terdapat 9.000 ibu rumah tangga yang terkena HIV berdasarkan data tahun 2015. Sementara itu, ibu rumah tangga menempati posisi tertinggi kedua yang menderita AIDS dengan jumlah 1.044 (data tahun 2014), setelah karyawan.
"Ibu rumah tangga merupakan profesi yang harusnya beresiko rendah tetapi karena punya pasangan yang beresiko tinggi sehingga banyak yang terkena HIV. Perempuan lebih beresiko tertular karena mereka menerima cairan (sperma) sehingga jika selama berhubungan ada luka maka bisa tertular pasangannya yang sudah positif HIV," jelas Ramdani. Ia menambahkan bahwa HIV sebenarnya bisa diatasi tetapi kasus tersebut semakin meluas karena ketidaktahuan masyarakat, ketidakpedulian dan ketidaksetiaan. "Ketidaksetiaan ini memprihatinkan karena ketika pendapatan meningkat, gaya hidup seseorang juga berubah," ujar Ramdani.
Pada kesempatan yang sama, Hartini (35 tahun) merupakan seorang ibu dengan HIV-Aids yang baru mengetahui bahwa dirinya terinfeksi setelah melahirkan anak ketiganya. "Anak laki-laki saya meninggal usia sembilan bulan karena positif HIV. Sebelumnya, saya tidak percaya anak saya terinfeksi karena dulu mikirnya HIV itu penyakit seks yang hanya menginfeksi pekerja seks dan pecandu narkoba sedangkan saya seorang ibu rumah tangga yang sangat percaya dengan suami saya (kini sudah cerai)," ungkap Hartini yang kini sudah menikah lagi dan aktif sebagai konselor Pencegahan Penularan Ibu dan Anak (PPIA).
"Saat anak divonis HIV positif, suami tidak mau tes karena menganggap virus ditularkan dari rumah sakit," tambah Hartini yang akhirnya mengetahui terkena HIV positif pada 2008 setelah sakit