Bisnis.com, BANTUL - Pembuat keris di sentra produksi Banyusumurup, Desa Girirejo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berupaya mempertahankan usaha tersebut untuk melestarikan budaya yang sudah turun temurun.
"Usaha ini memang turun temurun dan mulai saya pegang sejak 1997, selain mencari penghasilan, sekaligus melestarikan budaya biar tidak punah," kata pembuat keris Banyusumurup Bantul, Aladin saat ditemui di rumah produksinya, Kamis (25/9/9/2014).
Aladin merupakan satu dari sekitar seratus pembuat keris di Banyusumurup yang terdapat sekitar 350 kepala keluarga (KK), adapun pria berusia 45 tahun ini merupakan generasi kelima keturunan empu (tukang pembuat keris) Supo dari Kerajaan Majapahit.
Menurut dia, dalam sebulan dirinya mampu memproduksi sekitar 200-600 keris souvenir dan lima keris khusus atau pesanan, adapaun keris souvenir ini berbahan drum atau seng tanpa ditempa dengan harga mulai dari Rp50.000 per buah.
"Kalau yang khusus harganya lebih mahal, pernah saya bikin keris yang harganya mencapai Rp70 juta, keris ini dibuat dengan tiga kali lapisan besi baja serta nikel dan perak, baru kemudian ditempa," kata ayah dengan dua anak ini.
Aladin mengatakan, keris khusus dijual lebih mahal karena proses pembuatannya lebih rumit bahkan butuh waktu sekitar tiga bulan, selain itu bahan yang digunakan lebih mahal, bahkan ada keris yang dilapisi dengan emas 24 karat di bagian luarnya.
"Selain itu, keris khusus ini juga bertuah karena ada ritualnya yakni selamatan disertai do'a, saya sudah beberapa kali mendapat pesanan keris bertuah dari para petinggi di Jakarta," katanya.
Beberapa jenis keris khusus yang diproduksi sesuai pesanan di antaranya Keris Nogo Rojo, Nogo Sosro, Nogo Sapto, Nogo Manten, Luk 5 Jangkung, Luk 5 Pendawa, Luk 9 Sumpono, Luk 11 Carito, Luk 13 Sengkelat dan Luk 15 Bimokudo.
Sedangkan keris souvenir, kata dia di antaranya gaya Solo dan Jogja (Yogyakarta), yang dipasarkan ke Solo, Yogya, Semarang dan Jakarta, adapun gagang dan sarung (tempat) keris berbahan kayu, mulai dari kayu timoho, cendana, sono keling atau jati.
"Dalam bekerja, saya dibantu lima pekerja dari lingkungan sekitar, dari usaha ini, saya bisa mengantongi pendapatan hingga sebesar Rp20 juta per bulan," katanya.