Bisnis.com, JAKARTA — Ortopedi adalah cabang ilmu kedokteran yang berfokus pada sistem kerangka tubuh dan bagian-bagian yang terkait, seperti tulang, sendi, otot, tendon, dan ligamen.
Dilansir dari laman cdc, ada ragam jenis masalah ortopedi yang selama ini terjadi pada pasien.
Dari mulai radang sendi, radang kandung lendir, fibromialgia, sakit kaki, fraktur, fraktur Pinggul, nyeri punggung bawah, nyeri tangan, nyeri lutut, kifosis, sakit leher, penyakit osteoporosis, penyakit paget pada tulang, skoliosis, nyeri bahu, dan cedera jaringan lunak.
Berikut ragam masalah ortopedi dilansir dari firststateortho
1. Keseleo dan Terkilir: Memulihkan Stabilitas dan Fungsionalitas
Keseleo dan terkilir merupakan salah satu cedera ortopedi paling umum yang dialami orang. Keseleo terjadi ketika ligamen, jaringan yang menghubungkan dua bagian tulang, meregang melebihi batasnya akibat penggunaan berlebihan atau tekanan tiba-tiba. Di sisi lain, terkilir melibatkan kerusakan serupa tetapi memengaruhi otot atau tendon, yang menghubungkan otot ke tulang. Cedera ini dapat menyebabkan pembengkakan, nyeri, nyeri tekan, dan memar di area yang terdampak.
Perawatan untuk keseleo dan terkilir umumnya melibatkan kombinasi istirahat, terapi es/panas, pembalut kompresi, obat antiinflamasi, dan terapi fisik untuk tujuan rehabilitasi. Mengistirahatkan area yang cedera memungkinkan jaringan untuk pulih, sementara terapi es dan panas dapat membantu mengurangi pembengkakan dan meredakan nyeri. Pembalut kompresi memberikan dukungan dan stabilitas, membantu proses penyembuhan. Obat antiinflamasi yang dijual bebas seperti ibuprofen atau naproxen sodium (Aleve) dapat membantu mengelola nyeri dan mengurangi peradangan. Terapi fisik mungkin direkomendasikan untuk memperkuat dan memulihkan mobilitas di area yang terdampak.
2. Fraktur: Penyembuhan dan Pemulihan Integritas Tulang
Fraktur, atau patah tulang, adalah cedera ortopedi umum lainnya yang dapat berkisar dari retakan halus di permukaan tulang hingga patah tulang total yang memerlukan pembedahan untuk penyembuhan yang tepat. Tingkat keparahan fraktur menentukan pendekatan perawatan. Retakan halus mungkin hanya memerlukan imobilisasi dengan gips atau bidai, sementara fraktur yang lebih serius mungkin memerlukan intervensi bedah.
Perawatan untuk fraktur biasanya melibatkan imobilisasi area yang terkena dengan gips atau bidai agar tulang dapat pulih dengan baik. Dalam beberapa kasus, penggunaan pelat atau pin logam mungkin diperlukan untuk menyelaraskan kembali dan menstabilkan tulang selama proses penyembuhan. Manajemen nyeri, terapi fisik, dan latihan rehabilitasi juga dapat menjadi bagian dari rencana perawatan untuk memulihkan kekuatan, fleksibilitas, dan fungsi.
3. Cedera Rotator Cuff: Memulihkan Mobilitas Bahu
Rotator cuff adalah sekelompok empat otot dan tendon yang membantu mengendalikan gerakan bahu. Cedera rotator cuff terjadi ketika satu atau lebih otot atau tendon ini robek akibat trauma akut atau penggunaan berlebihan. Gejala paling umum dari cedera rotator cuff adalah nyeri yang menusuk di bahu, yang memburuk dengan gerakan dan membaik dengan istirahat.
Perawatan untuk cedera rotator cuff bervariasi tergantung pada tingkat keparahan robekan. Pilihan non-bedah sering kali meliputi terapi fisik untuk memperkuat otot-otot di sekitarnya, obat-obatan seperti antiinflamasi dan kortikosteroid untuk mengelola rasa sakit dan mengurangi peradangan, serta penggunaan alat imobilisasi seperti sling untuk memberikan dukungan dan mempercepat penyembuhan. Jika perawatan konservatif tidak memberikan kelegaan yang memadai, operasi artroskopi mungkin diperlukan untuk memperbaiki tendon yang robek.
4. Cedera ACL: Memulihkan Stabilitas dan Fungsi Lutut
Ligamen anterior cruciatum (ACL) adalah ligamen krusial pada sendi lutut yang membantu menjaga stabilitas. Cedera ACL sering terjadi selama aktivitas olahraga yang melibatkan penghentian mendadak dan perubahan arah, yang menyebabkan tekanan berlebih pada ligamen. Gejala cedera ACL meliputi pembengkakan, nyeri, ketidakstabilan pada sendi lutut, kesulitan berjalan, dan sensasi letupan pada saat cedera.
Perawatan untuk cedera ACL dapat berkisar dari penanganan konservatif hingga intervensi bedah, tergantung pada tingkat keparahan cedera dan tingkat aktivitas individu. Robekan ACL ringan dapat diatasi dengan istirahat, penyangga, dan terapi fisik untuk memperkuat otot-otot di sekitarnya dan meningkatkan stabilitas. Namun, robekan yang lebih parah mungkin memerlukan operasi artroskopi, yang mungkin melibatkan perbaikan ACL atau penggantiannya dengan cangkok. Rehabilitasi dan perawatan pascaoperasi sangat penting untuk pemulihan yang sukses.
5. Tendonitis: Mengelola Peradangan dan Mempercepat Penyembuhan
Tendonitis adalah peradangan pada tendon, biasanya disebabkan oleh penggunaan berlebihan, gerakan berulang, dan istirahat yang tidak memadai. Kondisi ini dapat menyebabkan nyeri, nyeri tekan, pembengkakan, atau kekakuan pada area yang terdampak. Area umum yang dapat mengalami tendonitis antara lain siku (tennis elbow), pergelangan tangan (sindrom de Quervain), pinggul (bursitis), bahu (tendonitis rotator cuff), dan lutut (jumper's knee).
Perawatan untuk tendonitis berfokus pada pengurangan peradangan, pengelolaan nyeri, dan mempercepat penyembuhan. Istirahat dan menghindari aktivitas yang memperparah gejala sangat penting agar tendon yang terdampak dapat pulih. Latihan terapi fisik dapat membantu memperkuat otot-otot di sekitarnya dan meningkatkan fleksibilitas. Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dapat diresepkan untuk meredakan nyeri dan mengurangi peradangan. Pada kasus tendonitis parah yang tidak merespons pengobatan lain, pembedahan mungkin diperlukan untuk memperbaiki atau mengangkat jaringan yang rusak.
Untuk menyembuhkan masalah ortopedi, kombinasi berbagai pendekatan seringkali diperlukan, termasuk terapi fisik, manajemen nyeri, dan penyesuaian gaya hidup. Untuk cedera atau kondisi yang lebih serius, pembedahan mungkin diperlukan, diikuti dengan rehabilitasi. Mencari bantuan profesional dari spesialis ortopedi sangat penting untuk diagnosis dan perawatan yang tepat.
Dilansir dari Antara, Perhimpunan Dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi Indonesia (PABOI) menyatakan bahwa penanganan patah tulang harus dilakukan secara menyeluruh dan komprehensif.
"Penanganan patah tulang dan hal-hal yang menyertainya, itu harus dilaksanakan dengan komprehensif, sehingga mendapatkan hasil yang terbaik," kata Secretary General Indonesian Orthopaedic Trauma Society (IOTS) dr. Radi Muharris Mulyana Sp.OT(K) dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.
Radi menjelaskan patah tulang mempunyai variasi kondisi seperti sendi yang bergeser dan patah tulang yang disertai luka. Kondisi tersebut perlu penanganan serius di rumah sakit yang mumpuni.
Penanganan yang komprehensif dapat membantu dokter untuk menegakkan diagnosis terkait ada atau tidaknya patah tulang yang melibatkan pembuluh darah atau risiko komplikasi.
"Komplikasi misalnya kehilangan tulang atau tulangnya mengalami infeksi atau tulangnya mengalami kegagalan dalam penyembuhan. Jadi tidak nyambung atau kadang menyambung tapi salah sambung dan akhirnya bengkok, ini disebut deformitas atau kebengkokan pada kaki," ucap anggota PABOI itu.
Risiko komplikasi tidak hanya dapat terjadi pada patah tulang di bagian kaki, melainkan seluruh tubuh. Ia mengatakan adanya kebengkokan pada bagian bawah dapat mempengaruhi tubuh bagian atas seperti tulang belakang, misalnya mengalami rasa nyeri.
Oleh karenanya, diperlukan strategi yang tepat melalui kolaborasi tim kedokteran untuk menangani trauma dan cedera pada bagian tulang yang bermasalah.
Radi juga menyampaikan di Indonesia masalah ini belum banyak mendapatkan sorotan, sehingga PABOI melalui digelarnya Orthopaedic Concurrent Meeting (OCM) 2025, diharapkan dapat menambah edukasi masyarakat Indonesia secara lebih luas, termasuk meningkatkan mutu layanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
Mengusung tema "Transforming Deformities: Collaborative Strategies for Better Outcomes", OCM 2025 menghadirkan pendekatan kolaboratif dalam menghadapi tantangan dan teknologi terbaru untuk secara khusus menangani kasus deformitas atau patah tulang dan sendi, perawatan trauma, serta intervensi nyeri, dengan fokus pada peningkatan hasil klinis dan kualitas hidup pasien.
"Acara ini menjadi forum internasional yang mempertemukan para ahli ortopedi, bedah tulang belakang, trauma ortopedi, dan intervensi nyeri dari berbagai negara untuk berbagi pengetahuan, temuan riset, dan praktik terbaik terkini di bidangnya," ungkap Dr. Gusti Lanang, President of IOSSA, di Jakarta, Jumat (18/7/2025).
OCM 2025 juga digelar tidak hanya untuk spesialis dan konsultan ortopedi, namun juga menyambut kehadiran mahasiswa kedokteran, dokter umum, serta residen ortopedi yang ingin memperdalam wawasan dan berdiskusi secara akademis.
"Kami berharap forum ini dapat menjadi wadah berharga bagi para peserta untuk membangun jejaring profesional, bertukar ide inovatif, dan mendorong kemajuan layanan ortopedi di Indonesia dan dunia," imbuhnya.
Dengan forum ini, Dr. Lanang juga menegaskan terkait dengan efisiensi pendidikan dokter. Di mana dokter tidak perlu belajar dan mengikuti workshop di luar negeri, sebaliknya menghadirkan ahli dari luar negeri ke forum ini.
"Sehingga bisa lebih banyak dokter yang belajar dengan ahlinya, tanpa perlu satu-satu terbang ke luar negeri," tambahnya.
Adapun, President of Indonesian Orthopedic Association (PABOI) Prof. Ismail Hadisoebroto Dilogo menambahkan bahwa dalam forum ini juga menghadirkan teknologi dan cara pelayanan ortopedi terbaru yang sudah digunakan di negara lain.
"Harapannya dengan lebih update pada keilmuan dan peralatan yang dibutuhkan, masyarakat Indonesia juga lebih percaya dan akhirnya memilih berobat di dalam negeri apabila ada keluhan," katanya.
Seperti diketahui, jumlah dokter ortopedi sendiri dinilai masih kurang. Hingga 2023, jumlah dokter di bidang ini hanya mencapai 1.500an yang tersebar di seluruh Indonesia.