Mitos dan Fakta Glaukoma, Masalah Penglihatan yang Sering Ditakuti/JEC
Health

Mitos dan Fakta Glaukoma, Masalah Penglihatan yang Sering Ditakuti

Mia Chitra Dinisari
Jumat, 14 Maret 2025 - 13:18
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Glaukoma merupakan kondisi neuropati optik progresif yang disebabkan oleh adanya peningkatan tekanan di dalam bola mata yang dapat merusak saraf optik dan berdampak pada penurunan fungsi penglihatan, bahkan kebutaan.

Menurut data Kementerian Kesehatan RI tahun 2023, dari 39 juta kasus kebutaan di dunia, sebanyak 3,2 juta disebabkan oleh glaukoma dan prevalensi glaukoma mencapai 0,46%, atau sekitar 4 hingga 5 orang per 1.000 penduduk.

Di negara berkembang, 90% kasus glaukoma tidak terdeteksi. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa sekitar satu miliar orang di dunia tidak memiliki akses terhadap kesehatan mata karena distribusi yang tidak merata.

Kondisi ini dapat dialami oleh usia berapa pun, namun seiring peningkatan faktor risiko, kondisi ini banyak dialami oleh kalangan usia 40 tahun ke atas. Hal ini menjadikan glaukoma sebagai penyebab kebutaan tertinggi kedua setelah katarak.

Nyaris tanpa gejala, glaukoma berpotensi memberikan dampak yang lebih fatal dibanding katarak karena glaukoma tidak dapat direhabilitasi, namun bisa dicegah dampak fatalnya yaitu berupa kebutaan permanen.

DR. Dr.  Iwan Soebijantoro, SpM(K) selaku konsultan oftalmologi di JEC Eye Hospitals and Clinics mengatakan, glaukoma merupakan penyakit mata yang sering kali berkembang tanpa gejala di tahap awal, sehingga banyak penderita baru menyadari ketika sudah mengalami gangguan penglihatan yang permanen.

“80 persen kasus glaukoma tidak memiliki gejala, kebanyakan pasien terdiagnosa secara tidak sengaja saat tes kesehatan atau di saat skrining. Namun jika muncul gejala sakit kepala hebat, pandangan tiba- tiba kabur, mual, muntah, dan kesakitan hebat, masyarakat perlu waspada. Pasien yang menderita glaukoma akut, memiliki waktu 2 x 24 jam untuk segera menurunkan tekanan bola mata, jika terlambat, kelainannya akan menjadi permanen. Oleh karenanya, JEC Eye Hospitals and Clinics terus berkomitmen untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait bahaya glaukoma dan pentingnya deteksi dini glaukoma. Sehingga, kami selalu menghimbau agar masyarakat melakukan skrining dini glaukoma secara berkala," papar DR. Dr.  Iwan Soebijantoro, SpM(K).

Berikut mitos terkait glaukoma

● Mitos: Glaukoma hanya menyerang orang tua

Fakta: Glaukoma dapat terjadi pada siapa saja, termasuk anak muda dan bahkan bayi yang lahir dengan glaukoma kongenital. Faktor risiko seperti riwayat keluarga dan penyakit tertentu seperti diabetes juga bisa meningkatkan kemungkinan terkena glaukoma lebih awal.

● Mitos: Sering main gadget atau membaca dalam gelap menyebabkan glaukoma

Fakta: Penggunaan gadget dalam waktu lama memang bisa menyebabkan mata lelah, tetapi tidak secara langsung menyebabkan glaukoma. Penyakit ini lebih berkaitan dengan tekanan bola mata yang meningkat dan kerusakan saraf optik.

● Mitos: Jika terkena glaukoma, pasti akan buta

Fakta: Dengan deteksi dini dan pengobatan yang tepat, banyak penderita glaukoma dapat mempertahankan penglihatannya selama bertahun-tahun. Pemeriksaan mata rutin adalah kunci utama untuk mencegah kebutaan akibat glaukoma.

● Mitos: Glaukoma bisa disembuhkan dengan obat herbal atau terapi alternatif

Fakta: Saat ini, belum ada obat herbal atau metode alternatif yang terbukti secara ilmiah bisa menyembuhkan glaukoma. Pengobatan yang dianjurkan oleh dokter, seperti obat tetes mata, laser, atau operasi, adalah langkah medis yang terbukti efektif dalam mengendalikan penyakit ini.

● Mitos: Glaukoma bukan penyakit keturunan

Fakta: Glaukoma memiliki faktor genetik yang signifikan. Jika seseorang memiliki anggota keluarga dengan glaukoma, risikonya untuk terkena penyakit ini menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, orang dengan riwayat keluarga glaukoma disarankan untuk melakukan pemeriksaan mata secara rutin.

Selain faktor keturunan, beberapa kondisi lain juga dapat meningkatkan risiko seseorang terkena glaukoma, di antaranya:

●  Usia di atas 40 tahun

●  Tekanan bola mata tinggi (hipertensi okular)

●  Penyakit penyerta seperti diabetes dan hipertensi

●  Miopia (rabun jauh) atau hipermetropia (rabun dekat) tinggi

●  Cedera pada mata atau penggunaan obat kortikosteroid dalam jangka panjang

Karena glaukoma sering berkembang tanpa gejala di tahap awal, deteksi dini menjadi sangat penting. Pemeriksaan mata secara rutin, terutama bagi individu dengan faktor risiko, adalah langkah utama dalam mencegah dampak glaukoma yang lebih serius.

Prof. DR. Dr. Widya Artini Wiyogo, SpM(K) selaku Head of Glaucoma Service, JEC Eye Hospitals and Clinics mengatakan ada beberapa teknologi terbaru dalam screening dan penanganan glaukoma.

Beberapa teknologi untuk pemeriksaan glaukoma

● Optical Coherence Tomography (OCT) – Teknologi pencitraan non-invasif yang memungkinkan dokter melihat ketebalan saraf optik untuk mendeteksi tanda-tanda awal glaukoma.

● Visual Field Test (Perimetri) – Pemeriksaan untuk menganalisis kehilangan penglihatan periferal yang merupakan gejala khas glaukoma.

● Tonometri Non-Kontak (Air Puff Test) & Goldmann Applanation Tonometry – Teknik modern untuk mengukur tekanan bola mata dengan lebih akurat.

● Gonioskopi – Pemeriksaan untuk menilai sudut drainase mata dan menentukan jenis glaukoma yang diderita pasien.

“Sebagai salah satu jaringan rumah sakit mata terkemuka di Indonesia, JEC Eye Hospitals and Clinics berkomitmen untuk terus meningkatkan kesadaran dan akses terhadap layanan kesehatan mata. Melalui kampanye edukatif dan fasilitas pemeriksaan mata yang lengkap, JEC berharap dapat membantu lebih banyak masyarakat dalam mendeteksi dan mengelola glaukoma lebih awal, dan juga menyediakan layanan JEC Glaucoma Service” jelasnya.

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro