Bisnis.com, JAKARTA – Pengembangan obat dan vaksin inovatif atau obat paten di Indonesia masih sangat minim. Hal ini bisa berdampak pada banyak hal, dari keterbatasan akses pada obat dan vaksin karena harga mahal atau kesulitan mendapatkannya.
Keberadaan obat dan vaksin inovatif lebih dari sekadar melengkapi sarana kesehatan tapi juga berperan sebagai katalis untuk kemajuan sosial-ekonomi.
Pasalnya, dengan mencegah dan mengobati penyakit, obat dan vaksin inovatif bisa mengurangi beban kesehatan, meningkatkan produktivitas tenaga kerja, dan mendorong investasi dalam penelitian dan pengembangan di sektor kesehatan.
Untuk itu, International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG), yang mewakili perusahaan riset biofarmasi global terkemuka di Indonesia, mendorong dan memperkuat komitmen industri untuk terus berkolaborasi.
Wakil Ketua IPMG Evie Yulin, mengatakan, IPMG berkomitmen untuk bermitra dengan berbagai pemangku kepentingan untuk meningkatkan kualitas kesehatan.
"Selama lebih dari lima dekade, Perusahaan anggota IPMG telah melakukan beragam kontribusi termasuk transfer teknologi dan pengetahuan, pengembangan kapasitas tenaga kesehatan, penyediaan lapangan kerja, edukasi kesehatan masyarakat, peluncuran program keberlanjutan lingkungan, dan memastikan ketersediaan obat dan vaksin yang diperlukan saat pandemi dan krisis kesehatan lainnya," ungkapnya dalam konferensi pers, Kamis (12/12/2024).
Untuk menggerakkan pemangku kepentingan, IPMG juga merilis 5 Pilar Manifesto yakni:
1. Pembentukan Tim Kerja “Strategi Nasional untuk Obat dan Vaksin Inovatif”
2. Peninjauan Kriteria Pengadaan Obat dan Vaksin yang Lebih Efektif secara Biaya.
Baca Juga WHO Setujui Vaksin Mpox LC16m8 |
---|
3. Percepatan Penilaian Teknologi Kesehatan (HTA)
4. Penguatan Kerangka Regulasi (BPOM)
5. Prioritisasi Pembiayaan Kesehatan yang Berkelanjutan (More Money for Health, More Health for Money)
”Manifesto IPMG menjadi visi bersama dalam memperkuat upaya pemerintah untuk strategi farmasi nasional, utamanya dalam mengedepankan inovasi dan memastikan akses bagi seluruh pasien di Indonesia. Untuk itu, dalam forum ini kami mengundang para pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dalam menyusun call to action dari manifesto ini," kata Ketua IPMG Dr. Ait-Allah Mejri.
Turut hadir dalam forum IPMG, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa Kemenkes juga berkomitmen menyediakan akses dan layanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau sebagai prioritas utama Kementerian Kesehatan.
"Saya sadar akses terhadap obat dan vaksin inovatif di Indonesia masih rendah dan perlu diperbaiki. Jadi saya sejalan juga dengan BPOM untuk bersama mempercepat proses registrasi dan ketersediaan obat dan vaksin baru ke Indonesia," ujarnya.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar juga menegaskan komitmen BPOM terhadap tujuan ini, salah satunya dengan mempercepat proses registrasi di Indonesia.
"Selama ini, kita membutuhkan lebih dari 300 hari kerja untuk menyetujui satu produk obat dan vaksin inovatif. Saat ini, kami di BPOM berkomitmen untuk mempersingkatnya menjadi 90 hari saja. Hal itu sudah berhasil kami lakukan untuk dua produk anti kanker, dan akan kami lanjutkan untuk produk-produk lainnya," terangnya.
Selain itu, BPOM juga berkomitmen untuk mendukung inovasi dan kolaborasi dengan bekerjasama bersama 53 universitas terkemuka di Indonesia untuk riset dan pengembangan
"Karena kami paham bahwa untuk mendapatkan produk obat dan vaksin baru membutuhkan proses yang sangat panjang dari riset dan pengembangan, hingga sertifikasi dan distribusi," tambahnya.
Di samping itu, BPOM juga akan melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan status pengakuan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebagai regulator dengan tingkat kematangan level 4 (maturity level 4) pada 2025 dengan memperkuat peran BPOM dalam melindungi kesehatan masyarakat