Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menekankan pentingnya membangun kesehatan masyarakat dan mencegah penyakit sebagai bagian dari pembangunan sumber daya manusia (SDM).
Menurut Pratikno, pemerintah fokus membangun ketahanan kesehatan Indonesia melalui produk obat dan alat kesehatan dalam negeri.
“Inovasi harus terus dikembangkan dan tidak terbatas pada peneliti di ilmu kesehatan. Pemerintah juga meminta Menteri Kesehatan untuk fokuskan anggaran kesehatan untuk belanja produk dalam negeri,” ujarnya dalam Hai Fest 2024 untuk memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-60 di Jakarta Convention Center, Jumat (8/11/2024).
Senada, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa pembangunan industri farmasi, alkes, dan pelayanan kesehatan akan didorong untuk industri dalam negeri. Hal ini sejalan dengan pilar ketiga transformasi kesehatan, yakni transformasi sistem ketahanan kesehatan.
“Pandemi telah mengajarkan kita tentang terbatasnya suplai alat kesehatan dan obat-obatan. Dengan jumlah penduduk lebih dari 280 juta jiwa, Indonesia harus siap menghadapi kebutuhan mendesak seperti obat-obatan, vaksin, ventilator, dan APD. Oleh karena itu, kami berkomitmen untuk memperkuat industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri guna menciptakan sistem kesehatan yang resilient dan aman ketika ada pandemi berikutnya,” kata Menkes Budi.
Dalam gelaran yang sama, Dexa Group mendukung kemandirian dan ketahanan kesehatan Indonesia dengan menyediakan obat-obatan untuk 277,14 juta pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Presiden Direktur PT Dexa Medica V Hery Sutanto menegaskan komitmen Dexa Group dalam mendukung kemandirian kesehatan Indonesia, terutama melalui produksi Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) berbahan alam yang telah dikembangkan menjadi fitofarmaka dengan riset dan teknologi lokal.
"Dexa Group konsisten mendukung program kemandirian dan ketahanan kesehatan Indonesia melalui obat-obat kimia dengan bahan baku lokal dan OMAI yang berbahan alam. Obat ini kami riset hingga menjadi fitofarmaka, dipasarkan di mancanegara dengan TKDN tinggi," ungkap Hery.
Lebih lanjut, Hery menyatakan bahwa tanaman seperti meniran, bungur, dan kayu manis yang digunakan dalam pengembangan fitofarmaka Dexa, berasal langsung dari petani Indonesia.
“Pemerintah ingin dari hulu ke hilir menggunakan resource dari Indonesia. Ini memberikan efek domino besar, dari kesejahteraan petani, supplier bahan baku, industri bahan baku alam, industri obat jadi, semua dibantu. Sehingga kita bisa meningkatkan ketahanan kesehatan bangsa ini menjadi lebih kuat lagi. Tidak mengandalkan impor," tambahnya.
Untuk memenuhi kebutuhan pasien JKN, Dexa Group juga menyediakan produk Obat Generik Berlogo (OGB) dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tinggi.
“Produk OGB Dexa merupakan upaya Dexa Medica untuk menghadirkan akses obat-obatan dengan kualitas, khasiat, dan mutu yang terjamin serta terjangkau bagi masyarakat Indonesia,” ujar Hery.
Sementara itu, Dekan Sekolah Farmasi ITB, I Ketut Adnyana menekankan potensi besar bahan alam Indonesia sebagai kunci kemandirian di sektor kesehatan.
"Potensi Indonesia untuk mandiri di bidang kesehatan dan farmasi adalah melalui bahan alam karena sumber daya kita nomor satu di dunia," ujarnya.
Dia juga menambahkan bahwa pemanfaatan obat berbahan alam mampu mendukung kesehatan masyarakat secara preventif dan promotif, terutama untuk penyakit kronis seperti stroke dan diabetes.
"Obat bahan alam bekerja di hulu, yaitu pada aspek preventif dan promotif, yang meningkatkan kesehatan dan kebugaran masyarakat. Kami berharap masyarakat lebih terbiasa menggunakan bahan alam dalam kehidupan sehari-hari sebagai langkah preventif agar tidak mudah sakit," jelasnya.
Selanjutnya, Dexa Group Molecular Pharmacologist Prof Raymond R. Tjandrawinata, menekankan pentingnya pemanfaatan Nutri genomics dan senyawa bioaktif dari tanaman herbal dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat.
Ia memaparkan bahwa Indonesia memiliki kekayaan hayati dengan ribuan spesies tanaman, tetapi hanya sebagian kecil yang telah
dimanfaatkan.
“Diperlukan lebih banyak uji klinis yang diakui secara global agar produk herbal Indonesia bisa diintegrasikan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), memungkinkan pemanfaatannya secara luas dalam pengobatan di Indonesia,” ungkap Prof Raymond.