Sel kanker/reuters
Health

Orang Kaya Lebih Berisiko Kena Kanker, Orang Miskin Berisiko Kena Diabetes hingga Depresi

Mia Chitra Dinisari
Minggu, 29 September 2024 - 11:07
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Penelitian baru pada Juni 2024 lalu mengungkapkan bahwa orang-orang kaya secara genetis memiliki risiko lebih besar terkena kanker dibandingkan orang-orang miskin.

Dilansir dari New York Post, dalam studi baru yang dilakukan di Universitas Helsinki di Finlandia meneliti hubungan antara status sosial-ekonomi, atau SES, dan serangkaian penyakit.

Mereka yang memiliki hak istimewa untuk menikmati peningkatan SES, menurut temuan tersebut, juga memiliki risiko genetik yang lebih tinggi untuk terkena kanker payudara, prostat, dan jenis kanker lainnya.

Sebaliknya, mereka yang kurang mampu secara genetik lebih rentan terhadap diabetes dan radang sendi, serta depresi, alkoholisme, dan kanker paru-paru, kata para ahli.

Pemimpin studi Dr Fiona Hagenbeek, dari Institut Kedokteran Molekuler Finlandia (FIMM) di universitas tersebut, mengatakan hasil awal dapat mengarah pada skor risiko poligenik – yang digunakan untuk mengukur risiko penyakit berdasarkan genetika – yang ditambahkan ke protokol skrining untuk beberapa penyakit.

“Memahami bahwa dampak skor poligenik terhadap risiko penyakit bergantung pada konteks dapat mengarah pada protokol skrining yang lebih bertingkat,” kata Dr. Hagenbeek kepada South West News Service.

“Misalnya, di masa depan, protokol skrining kanker payudara dapat diadaptasi sehingga perempuan dengan risiko genetik tinggi dan berpendidikan tinggi menerima skrining lebih awal atau lebih sering dibandingkan perempuan dengan risiko genetik lebih rendah atau pendidikan rendah,” katanya.

“Jadi, meskipun informasi genetik kita tidak berubah sepanjang hidup kita, dampak genetika terhadap risiko penyakit berubah seiring bertambahnya usia atau perubahan keadaan kita,” kata dokter tersebut.

Para peneliti menunjukkan bahwa penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk memahami sepenuhnya hubungan antara profesi tertentu dan risiko penyakit. Studi juga harus dilakukan di negara-negara berpenghasilan rendah, kata mereka.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro