Budidaya  opium  di Afghanistan, sumber utama dari heroin di dunia,  meningkat menjadi tertinggi ketiga dalam tempo  lebih dari 20 tahun, demikian konfirmasi dari PBB  pada  Minggu (23/10/2016), dan pemberontak Taliban meraup keuntungan./REUTERS
Health

Opium, Kunci Sembuh Virus Corona di Afghanistan?

Renat Sofie Andriani
Selasa, 14 Juli 2020 - 13:14
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Virus Corona menyebar dengan cepat di Afghanistan. Tanpa vaksin dan dengan sumber daya medis yang terbatas, masyarakat negara Asia Selatan ini menggantungkan harapan pada opium sebagai pengobatan alternatif.

Seorang penduduk bernama Lal Mohammad mengaku telah mengalahkan virus penyebab Covid-19 itu dengan mengonsumsi opium. Dia membeli 250 gram obat itu empat pekan lalu dari seorang petani yang menanam opium sekali setahun di desa Qarchi Gak.

Dua kali sehari, sopir taksi berusia 48 tahun tersebut menaruh opium seukuran kacang polong di bawah lidahnya dan membiarkannya meleleh.

“Sulit dipercaya bahwa saya selamat dari virus Corona setelah saya mulai menggunakan opium,” kata Mohammad pada 1 Juli di rumahnya, sekitar 300 mil utara ibu kota Kabul.

“[Opium] menghilangkan rasa sakit yang parah dari tubuh saya dan demam saya juga sudah hilang,” tambahnya, dilansir dari Bloomberg.

Terjepit di antara Iran dan Pakistan, yang juga memerangi penyebaran penyakit ini, Afghanistan telah mencatat lebih dari 34.000 kasus terkonfirmasi dan lebih dari 1.000 kematian di antara populasinya yang berjumlah hampir 39 juta orang.

Namun, bermodalkan hanya tujuh laboratorium pengujian di sebuah negara seukuran Prancis, angka-angka yang sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi.

Pemerintah setempat mengatakan opium bukanlah pengobatan untuk Covid-19 dan telah berusaha untuk menekan penggunaannya.

Baru-baru ini, pihak otoritas menutup sebuah klinik herbalis di Kabul karena pemiliknya mengklaim telah mengembangkan vaksin corona dari narkotika hingga mengundang ratusan orang mengantre di tokonya setiap hari untuk mendapatkan perawatan.

“Opium dapat membunuh rasa sakit tetapi tidak dapat mengobati virus corona,” ujar seorang dokter senior di Rumah Sakit Swasta Basit di Kabul, yang merawat pasien Covid-19.

“Virus ini dapat menyebabkan sesak napas, membuat pasien khawatir bahwa mereka sekarat, dan opium menenangkan mereka. Bagaimana pun, menggunakan opium tanpa bimbingan dokter tidaklah membantu atau legal,” terangnya.

Kabul mencatat jumlah kasus terbesar akibat Covid-19 yakni sedikitnya 13.700, dengan sekitar 300 orang di antaranya telah meninggal dunia.

Akan tetapi, tidak banyak warga di pasar seperti Mandawee atau Sarai-e Shamali terlihat mengenakan masker atau sarung tangan. Banyak yang menganggap pandemi ini hanyalah soal nasib.

“Saya tidak percaya pada virus itu. Ini semua tergantung pada kehendak Tuhan,” ungkap seorang penjaga toko yang telah dinyatakan sembuh dari Covid-19.

Rumah sakit yang dikelola pemerintah dan didedikasikan untuk pasien Covid-19 di Kabul dan kota-kota lain mengalami kekurangan oksigen, obat-obatan dan tempat tidur, meskipun pemerintah telah mengalirkan dana bernilai puluhan juta dolar untuk mengendalikan virus ini.

Sebagian warga di ibu kota sampai harus membeli balon yang diisi dengan oksigen dari pasar lokal untuk mencoba menyelamatkan nyawa kerabat mereka yang dirawat di rumah sakit atau dirawat di rumah karena masalah pernapasan serius.

Seiring dengan meningkatnya jumlah kasus, kementerian kesehatan bulan lalu memerintahkan rumah sakit swasta di Kabul untuk melakukan tes di samping klinik pemerintah.

Corona ini juga telah menyebar ke istana kepresidenan, menginfeksi puluhan staf di kantor Presiden Ashraf Ghani, yang telah mulai memimpin pertemuan melalui konferensi video.

Berjalan di Atas Bom

Di desa tempat Mohammad berdiam, layanan dasar untuk publik bahkan tidak tersedia. Sebuah klinik kecil dengan dua staf dan sedikit peralatan tidak akan mengizinkan masuk siapa pun yang terjangkiti Corona.

Penderita harus melalui sebagian jalan beraspal ke pusat distrik Dawlatabad di provinsi Balkh, di mana tersedia toko obat dan fasilitas medis yang lebih baik. Namun, jalan itu dipenuhi bom yang ditanam oleh gerilyawan Taliban untuk menyergap pasukan pemerintah.

Untuk dapat pergi ke rumah sakit, penduduk desa yang terinfeksi Corona harus menempuh 52 mil ke ibu kota provinsi Mazar-e-Sharif, di mana pemerintah telah mendedikasikan rumah sakit berisikan 200 tempat tidur untuk pasien Covid-19.

Sementara itu, rumah sakit ini melayani 14 distrik yang menampung sekitar satu juta warga. Mohammad dan tetangganya mengatakan tidak ada seorang pun dari desa mereka mencoba pergi ke sana untuk mendapatkan perawatan.

“Pertama, kami tidak yakin apakah kami akan selamat dari penyergapan dan bom Taliban di jalan raya. Hampir semua penduduk desa menggunakan opium untuk membunuh rasa sakit dan virus Corona,” ujar Qayo yang mengaku telah sembuh dari Covid-19 setelah mengonsumsi opium.

Kepala departemen kesehatan Mazar-e-Sharif Nezamuddin Jalil mengatakan masyarakat menggunakan opium di beberapa distrik di mana obat itu dibudidayakan atau ditemukan untuk mengurangi rasa sakit.

“Ini bukan terapi. Ini lebih berbahaya daripada menguntungkan karena obat ini dapat membuat orang kecanduan dalam jangka panjang,” jelas Jalil.

Opium berasal dari getah dalam biji opium mentah. Getahnya mengering menjadi getah coklat yang mengandung alkaloid serta menghasilkan obat-obatan narkotika dan obat-obatan, termasuk heroin, morfin dan kodein.

Riwayat penanaman opium dirunut lebih dari 5.000 tahun lalu dan digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit oleh orang-orang Yunani dan Romawi kuno.

Di sisi lain, munculnya pandemi Covid-19 membawa berkah sekaligus menghasilkan bisnis yang sangat menguntungkan bagi para petani opium di Afghanistan.

“Virus Corona adalah bencana bagi semua orang kecuali kami karena virus ini telah membuat bisnis kami cukup menguntungkan," tutur Ghulam Abdul, yang mewarisi tujuh hektar ladang opium dari almarhum ayahnya.

“Kami juga membuat morfin dari bunga opium yang dapat berfungsi sebagai pembunuh rasa sakit yang hebat, dan juga dapat mengobati virus Corona,” klaimnya.

Afghanistan dikenal sebagai produsen opium terbesar di dunia, dengan menyumbang 87 persen dari produksi global, terlepas dari upaya Amerika Serikat untuk menahan produksi ilegal obat ini di negara tersebut.

Meski area yang didedikasikan untuk bunga opium di negara itu menurun 28 persen pada tahun 2019 setelah peningkatan besar selama dua tahun, produksinya meningkat menjadi 6.700 ton metrik dari 5.550 ton berkat kondisi cuaca yang menguntungkan.

Editor : Ropesta Sitorus
Sumber : Bloomberg
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro