Bisnis.com, JAKARTA--Sineas asal Prancis, Bastian Meiresonne mengaku membutuhkan waktu enam tahun untuk memahami film Indonesia lalu menuangkannya dalam karyanya yaitu film Garuda Power: Garuda Power: The Spirit Within.
Bastian yang mempelajari film Asia pernah menyaksikan film Jaka Sembung. Namun, saat itu, dia belum mengetahui bahwa film itu berasal dari Indonesia.
Hal berbeda pada film Berbagi Suami karya Nia Dinata menggerakkannya mengenal lebih dalam tentang karakteristik film Indonesia. Pasalnya,
film ini begitu unik. Bagaimana bisa Nia Dinata yang seorang perempuan berani membuat film tentang poligami di negara dengan penduduk beragama Islam sebagai mayoritasnya.
Memulai riset pada 2009, Bastian baru merampungkan filmnya pada 2015. Saat melakukan riset, pria kelahiran Jerman, 1975 ini datang dua kali setiap tahunnya. Tapi melakukan riset dengan dokumentasi di Indonesia yang kurang lengkap membuatnya kesulitan.
"Saya selalu bilang hanya enam minggu untuk syuting tapi butuh 6 tahun untuk memahami film Indonesia dan memasukkan semua informasi ke dalam film dokumenter," ujarnya dalam sesi wawancara pada acara pembukaan Festival Sinema Prancis di Jakarta, Kamis (3/12/2015) malam.
Menurutnya, ada hal yang unik dari film Indonesia. Terlepas dari sinematografinya kala itu yang masih kurang baik, dia menganggap terdapat sisi imajinasi dan perasaan yang kuat serta menjadikannya pembeda.
Bastian yang tumbuh dengan film-film Hong Kong menilai memang konyol melihat adegan saat orang bisa terbang tanpa apapun sambil melakukan adegan sadis.
"Saat melihat film Indonesia, 'Wow kenapa hal seperti ini masih ada?' Banyak orang bilang itu jelek karena sinematografinya jelek, efeknya juga buruk, mungkin. Tapi saya tak melihatnya. Saya melihat Imajinasi yang ada di belakang dan idenya," katanya.
Lebih lanjut, untuk pendanaannya dia pun sampai menjual mobilnya agar bisa melanjutkan produksi film. Pasalnya, tak ada pihak yang tertarik untuk memberi dana demi film ini. Oleh karena itu, dia menggunakan uang dari produser dan dari sakunya sendiri. Adapun, total uang yang dihabiskan secara keseluruhan menyentuh angka 70.000 Euro.
"Teman yang menberi saya uang--produser saya. Tapi tetap bujetnya kecil. Saya menjual mobil untuk membuat film tapi itu tak apa," katanya.
Film tersebut merupakan dokumenter tentang film laga Indonesia. Di dalamnya, terdapat pula petikan wawancaranya dengan aktor Barry Prima
dan George Rudy. Film laga, baginya, akan menceritakan tentang kebudayaan, sejarah juga masalah politik. Banyaknya film laga di Indonesia pada era 70 sampai 80-an, menurutnya, sebagai pengaruh dari situasi politik yang terjadi.
"Anda akan fokus berbicara tentang kebudayaan Indonesia, sejarah Indonesia dan mungkin sedikit tentang politik juga karena Anda bisa memiliki film laga di beberapa tahun terakhir seperti di 70 sampai 80-an, mungkin itu terpengaruh situasi politik juga," katanya.
Film ini akan ditayangkan bersama film lainnya seperti Sang Penari (Ifa Isfansyah), Berbagi Suami (Nia Dinata), Laut Bercermin (Kamila Andini) dan The Photograph (Nan Achnan) yang merupakan karya sineas Prancis-Indonesia.
Sementara itu, film Prancis yang akan hadir yaitu film Dheepan pemenang Palme d'Or di Festival Film Cannes.Festival juga akan menayangkan Les Nouvelle Aventures dAladin karya Arthur Benzaquen, Taj Mahal karya sutradara Nicolas Saada, Le Petit Prince karya sutradara Mark Osborne, La Famille Blier karya sutradara Eric Lartigau, Pourquoi jai pas mange mon pre karya Jamel Debbouze, La French karya Cdric Jimenez, dan Le Pre Nol
karya Alexandre Coffre.
Arnaud Miquel, Koordinator Festival Sinema Prancis 2015 dan Penanggung Jawab Kerja sama Audiovisual IFI-Kedutaan Besar Prancis di Jakarta mengatakan film dalam kategori fokus sengaja menampilkan film hasil produksi antara sineas Indonesia dan Prancis. Sementara, film dalam kategori Panorama untuk menampilkan film terbaru Prancis yang mendapat respons positif di negara asalnya.
Lalu, delapan film pendek karya sineas lokal dalam kompetisi film pendek. Tujuannya, untuk lebih memeriahkan acara festival film asing yang telah diselenggarakan selama 20 tahun berturut-turut ini.
"Kami memilih lima film yang merupakan hasil co-production antara sineas Indonesia dan Prancis untuk mengisi kategori Fokus agar semakin
memeriahkan festival film yang digelar ke-20 kalinya ini," katanya.